JAKARTA, SULSELEKSPRES.COM – Stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) terpantau masih dalam kondisi aman, bahkan cenderung berlimpah.
Per 12 November kemarin, stok beras di PIBC tercatat mencapai lebih dari 51 ribu ton. Stok pada bulan November ini berada di kisaran 50 ribu, lebih besar dibandingkan stok bulan November tahun lalu yang berada di kisaran 40 sampai 45 ribu ton.
BACA: Perwakilan FAO untuk Indonesia Apresiasi Kementan
Ketersediaan beras di PIBC terus menjadi perhatian utama pemerintah karena selama ini stok beras PIBC menjadi barometer stok beras nasional. Berdasarkan pantauan langsung bersama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog), dan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri pada minggu lalu (8/11), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memastikan ketersediaan beras mencukupi dan harga terkendali.
“Kita mengecek pangan di lapangan mulai jam 5 subuh tadi. Alhamdulillah semua posisi stabil. Tidak ada alasan (harga naik). Maaf jangan lagi dibawa ke ranah politik,” kata Mentri Amran, melalui rilis yang diterima Sulselekspres.com, Selasa (13/11/2018).
BACA: Mentan Maknai Hari Pahlawan Bersama Petani Jagung
Terpisah, Direktur Utama PT Food Tjipinang Jaya, Arief Prasetyo Adi, pada saat menerima kunjungan Menteri Pertanian tersebut. Meskipun terjadi pergerakan harga untuk beras jenis medium, tapi hal tersebut sudah diantisipasi dengan operasi pasar yang dilakukan Bulog.
“Dalam kondisi saat ini sebenarnya memang produksi dari pertanian kita dalam hal ini beras sebenarnya cukup. Kalau di Jakarta saya harus sampaikan cukup, pasokan masih normal,” ungkap Arief.
BACA: Gaet Bulog dan Pelaku Industri Kementan Salurkan Bantuan Untuk Peternak
Kondisi stok beras ini berkorelasi dengan tingkat inflasi yang cukup terkendali. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan inflasi Oktober sebesar 0,28 persen. Tingkat inflasi tersebut.
Staf Khusus Presiden Jokowi, Ahmad Erani Yustika menambahkan, masih cukup terkendali karena harga bahan makanan tergolong stabil, termasuk beras sebagai komoditas penyumbang inflasi terbesar. “Kelompok bahan makanan hanya mengalami inflasi sebesar 0,15 persen. Jadi, harga amat stabil,” kata Erani.
Secara keseluruhan, selama empat tahun terakhir, harga pangan juga dianggap terkendali. Bahan makanan di tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan sejak 2013. Pada 2013, tingkat inflasi bahan makanan sebesar 11,35%, kemudian turun menjadi 1,26% di 2017. Di tahun 2017 inflasi bahan makanan juga di bawah inflasi umum yang masih sebesar 3,61%.
Dikesempatan lain Pengamat Politik Pertanian Universitas Trilogi, Muhamad Karim menilai.
“Selain meningkatkan produksi pangan, kinerja program pertanian selama kepemimpinan Mentan Amran Sulaiman juga sangat luar biasa capainnya, yang tercermin dari berbagai data makro pertanian, seperti besarnya PDB pertanian, penurunan kemiskinan di desa, pengendalian inflasi, ekspor maupun investasi selama empat tahun terakhir,” ungkap Karim.
Data BPS menyebutkan pertumbuhan PDB pertanian 2017 sebesar Rp 1.344 triliun naik Rp 350 triliun dibandingkan 2013 sebesar 995 triliun. Juga kemiskinan penduduk di desa Maret 2018 sebesar 15,81 juta jiwa, turun 10,88 persen dibandingkan Maret 2013 sebesar 17,74 juta jiwa dan mampu mengendalikan inflasi bahan makanan 2017 sebesar 1,26 persen turun 88,9 persen dibandingkan 2013 sebesar 11,35 persen.
Sumber data BPS pun menunjukkan ekspor pertanian 2017 sebesar Rp 441 triliun naik 24,47 persen dibandingkan 2016 sebesar Rp 387 triliun. Terkait kemajuan investasi, data BKPM menunjukkan investasi di sektor pertanian 2017 sebesar Rp 45,9 triliun naik rerata 14 persen pertahun dibandingkan 2013 sebesar Rp 29,3 triliun.
Selain itu, indeks ketahanan pangan Indonesia di tahun 2018 mengalami lompatan. Berdasarkan Global Food Security Indes (GFSI) 2018, peringkat ketahanan pangan Indonesia membaik yakni dari 72 di tahun 2014 menjadi 65 di tahun 2018 dari 113 negara.
“Indeks ketahanan pangan ini meliputi keterjangkauan, ketersediaan, kualitas dan keamaan serta ketahanan dan sumber daya alam,” pungkasnya.