26 C
Makassar
Saturday, April 20, 2024
HomeMetropolisMenyikapi Dinamika Politik Nasional, Pakar Unhas: Kampus Dan Akademisi Harus Hadir

Menyikapi Dinamika Politik Nasional, Pakar Unhas: Kampus Dan Akademisi Harus Hadir

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Para pakar yang hadir dalam diskusi “Menyikapi Peran Mahasiswa dan Stabilitas Politik”, yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas), memaparkan alasan akademik mengapa Undang-Undang yang menjadi kontroversi itu perlu ditinjau kembali.

Dialog public yang diselenggarakan di Aula Prof. Syukur Abdullah, Lantai 3 FISIP Unhas, Kamis (10/10/2019), ini mengadirkan beberapa narasumber ; Prof. Dr. Abrar Saleng, SH (Ahli Hukum Pertambangan Unhas), Sukri, M.Si, Ph.D (Pakar Politik Unhas), Arsyad Hakim (Pemimpin Redaksi Harian FAJAR), Dr. Hasrul, SH, MH (Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Unhas), Abdul Fatir Kasim (Presiden BEM Unhas), dan Andi Ina Kartikasari (Ketua DPRD Sulawesi Selatan).

Abrar Saleng yang merupakan pakar hukum pertambangan menjelaskan mengapa Undang-Undang Mineral dan Pertambangan perlu dikritisi oleh kampus. Universitas menurutnya, tidak boleh menjadi menara gading. Kampus dan akademisi harus hadir menjawab keresahan publik.

BACA: FISIP Unhas Gelar Diskusi Publik Gerakan Mahasiswa

“Undang-Undang Minerba itu perlu dikritisi karena beberapa alasan. Dalam catatan saya, ada setidaknya enam point krusial, yaitu terkait kewenangan daerah, peluang asing yang besar dalam pengelolaan minerba, tidak ada kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat sekitar lokasi tambang, dihapusnya pasal pemidanaan terhadap pejabat yang melakukan kesalahan terkait ijin tambang, dan mekanisme kontrak karya yang diganti dengan perpanjangan ijin operasional,” jelas Abrar.

Dalam kesempatan yang sama, Dosen Fakultas Hukum Unhas, Muhammad Hasrul menguraikan alasan logis dan akademik mengapa Undang-Undang KPK yang baru perlu ditolak. Semangat Undang-Undang tersebut, kata Hasrul, adalah pelemahan KPK.

“Proses pengesahan Undang-Undang KPK itu mengandung cacat formil dan cacat materil. Publik jadinya bertanya-tanya, kenapa ini dipaksakan? Mengapa anggota DPR yang akan berakhir masa jabatannya begitu tergesa-gesa mengesahkan RUU yang jelas-jelas cacat formil dan materil ini? Padahal mereka memiliki tunggakan lebih 70 RUU yang tidak dituntaskan,” kata Hasrul.

BACA: Ahli Komputasi Jepang Kenalkan Bahasa Program Komputer Untuk IoT ke Mahasiswa Unhas

Sementara itu Pakar Politik Unhas, yang juga merupakan Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP, Sukri menelaah dinamika sosial politik dan gerakan mahasiswa dari aspek politik, dalam merespon kebijakan Negara yang dianggap bermasalah. Dirinya menilai, para mahasiswa perlu memperkuat diri dengan tidak saja melakukan agregasi kepentingan publik, tetapi melakukan artikulasi.

“Kita percaya bahwa mahasiswa tidak ada keinginan untuk melakukan kekerasan. Pada saat merancang gerakan, semangatnya adalah aksi damai. Namun dalam prakteknya, ada yang disebut sosiologi kerumunan, masa yang terkumpul dalam jumlah besar berpotensi untuk disusupi. Itulah sebabnya saya selalu memberi pesan agar jaga barisan. Itu untuk menghindari masuknya penyusup,” kata Sukri.

spot_img

Headline

Populer

spot_img