MAKASSAR – Salah seorang oknum dokter Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dadi di duga melakukan praktik tindak kecurangan atau ‘Fraud’ dengan mengarahkan keluarga pasien BPJS Kesehatan membeli obat di apotik miliknya tanpa disertai resep dan kwitansi.
“Saat itu adik saya diarahkan membeli obat di Apotik Watuliandu, jalan Kumala nomor 70 B, sama perawat ketika di UGD Rumah Sakit Dadi,”kata Imran Kadir, anak pasien bernama Sudira, di Makassar, Sulawesi Selatan,Jumat (8/9/2017).
Dia mengatakan adiknya terpaksa mengikuti kemauan perawat tersebut setelah berkoordinasi dengan oknum dokter ini. Diketahui bernama Dokter Efendi berdinas di RSUD Dadi sekaligus pemilik apotik yang dimaksud.
Namun ironisnya, obat tersebut ada dua jenis yakni Baxter atau obat diabetes (gula) yang dimasukkan dalam cairan infus serta pil nafsu makan dengan harga total Rp450 ribu. Namun, uang pembelian obat tersebut tidak cukup, dimilikinya hanya Rp350 ribu.
“Katanya tidak apa-apa kurang yang penting obatnya ada. Itu katanya orang apotik. Adik saya terpaksa ikut saja karena tidak tahu, setelah saya tanya mana resepnya, dia bilang tidak pakai resep,” ungkap Imran Kadir.
Meski demikian, dirinya tidak percaya semudah itu, lantas mencari pembenaran harga kedua obat tersebut ke apotik resmi, tetapi ternyata harganya tidak sesuai dengan tempat pembelian adiknya di Apotik Watulindau.
“Saya sudah bertanya-tanya ke apotik resmi, obat ini harganya tidak semahal itu, pil penambah nafsu makan yang diberikan hanya tujuh butir juga tidak ada dijual di apotik lain dan hanya dijual di apotiknya,” jelas Imran Kadir.
Selain itu, praktik ini diduga telah berjalan lama dengan bekerja sama oknum dokter dengan perawatnya mengarahkan keluarga pasien hanya membeli obat di apotik milik dokter tersebut.
Bahkan tetangga pasien ibunya, sebut Imran juga diperlakukan sama saat dirawat. Pelayanan rumah sakit juga tidak baik, sejak dirawat selama dua hari, tidak ada perubahan padahal sudah meminum obatnya, dan akhirnya dibawa pulang.
“Anehnya lagi, setelah dua obat itu diberikan ke ibu, baru obat dari BPJS Kesehatan diberikan serta lengkap dengan resepnya. Ini yang membuat pertanyaan bagi kami, kenapa peserta BPJS diperlakukan seperti itu,” kata Imran Kadir.
Secara terpisah, dokter Efendi yang menangani pasien bagian Interna rumah sakit setempat saat ditemui di ruang prakteknya berdalih, dirinya tidak menjual obat kepada pasien. Namun dirinya mengaku punya apotik.
“Kami tolong ibu Sudira itu agar ditangani, uangnya pun kurang tapi kami maklum. Saya memang punya apotik tapi bukan saya menjual obat apalagi mengarahkan pasien membeli obat di apotik. Dua jenis obat memang dibeli di apotik saya karena obat disini habis,”ujarnya berdalih.
Selain itu, Efendi mengatakan yang bersangkutan mengalami penyakit Diabetes atau gula dan nafsu makannya menurun terlihat pada kondisi tubuhnya yang kurus. Dokter ini pun menyayangkan keluarga membawa pulang pasien padahal kadar gulanya masih tinggi.
Kendati demikian, dirinya mengakui membuka praktik di rumahnya bersama istri yang juga dokter dirumah sakit lain beserta apotik untuk memudahkan pasien berobat.
Sebelumnya, Lembaga Anti Corupttion Committe (ACC) Sulawesi mengungkapkan sejumlah kasus terkait praktik Tindak Kecurangan atau Fraud pada layanan kesehatan utamanya masalah obat-obatan.
“Dari hasil penelusuran banyak yang melaporkan kasus Fraud utamanya pada obat-obatan. Padahal dalam aturan kepesertaan BPJS Kesehatan semuanya includ layanan serta obatnya, tapi faktanya berbeda di lapangan dan ini modus mendapatkan keuntungan,”ujar Peneliti ACC Sulawesi, Hamka.