MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Penyidikan yang dilakukan oleh Direskrimum Polda Sulsel terkait kasus penggelapan dan penipuan dibuka kembali, setelah sempat ditutup pada tahun 2018 lalu.
Menurut keterangan kuasa hukum pelapor, kasus tersebut bermula sejak tahun 2016 lalu, ketika terlapor Juni Mawardi melakukan gugatan cerai kepada suaminya. Saat itu terlapor meminta kepada pelapor, Aiswariah Amin, untuk menangani kasusnya.
Terlapor menjanjikan imbalan uang 5% dari total harta gono-gini (jumlah total 400 miliar), jika pelapor berhasil mendamaikan kasus perceraian dan harta gono-gini tersebut.
“Kasus ini sejak 2016 lalu. Terlapor minta tolong kepada pelapor untuk menjadi kuasa hukumnya dalam kasus perceraian. Terlapor menjanjikan imbalan 5% dari total harta gono-gini,” ujar Andi Ifal Erwin, selaku kuasa hukum pelapor.
Setelah kasus tersebut dianggap selesai, terlapor menjanjikan tambahan 5% dari total harta gono-gini. Sehingga pelapor merasa berhak menerima 10% dari kasus yang ia tangani.
“Terlapor juga menjanjikan tambahan 5 % lagi dari total harta gono-gini. Jadi pelapor harunya berhak mendapat 10%. Total harta gono-gini itu sekitar 400 miliar, jadi harusnya pelapor mendapat sekitar 40 miliar,” lanjutnya dalam konferensi pers di Dapur Ali, Rabu (8/7/2020).
BACA:Â Alasan Sakit, Sidang Pledoi Eks Bendahara Brimob Polda Sulsel Ditunda
Seiring perkembangan, jumlah komisi yang dijanjikan tersebut tidak dibayarkan, sehingga pelapor melaporkan tersangka kepada Polda Sulsel dan ditangani oleh Direskrimum Polda Sulsel.
Ditengah perjalanan, pada tahun 2018 kasus tersebut dihentikan. Pihak Direskrimum Polda mengeluarkan surat Penutupan Penyelidikan (SP3), karena dianggap tidak masuk ranah pidana. Kasus tersebut dianggap sebagai kasus perdata.
“Tahun 2018 tim penyidik Polda Sulsel, dalam hal ini AKBP Benyamin, menutup kasus tersebut, karena dianggap bukan kasus pidana, melainkan ranah kasus perdata,” terang Ifal.
Dengan begitu, pihak pelapor meminta kepada Pengadilan Negeri Makassar untuk melakukan sidang pra peradilan. Hasilnya, pada tanggal (2/7/2020) lalu, pihak PN Makassar menyatakan kasus tersebut merupakan kasus pidana, sehingga SP3 yang dikeluarkan Polda dianggap batal dan kasus penyelidikan dibuka kembali.
“Setelah kami minta sidang pra peradilan ke Pengadilan Negeri Makassar, hakim tunggal menyatakan kasus tersebut masuk dalam ranah pidana, sehingga SP3 yang dikeluarkan Polda dianggap batal dan kasus ini dibuka kembali.”
Sampai saat ini pihak pelapor masih terus melakukan pengawalan terhadap kasus yang sedang mereka hadapi. Mereka berharap pihak Polda melimpahkan kasus tersebut ke Kejaksaan, kemudian dilanjutkan ke Pengadilan untuk ditindaklanjuti.
“Ya kita minta Polda melimpahkan kasus ke kejaksaan, kemudian ke pengadilan. Kita minta terlapor segera ditindak dengan hukuman tahanan,” tegas Ifal kepada Sulselekspres.com.