30 C
Makassar
Saturday, May 3, 2025
HomeMutiara HikmahPUASA SYAWAL: MENYEMPURNAKAN BEKAL TAKWA

PUASA SYAWAL: MENYEMPURNAKAN BEKAL TAKWA

- Advertisement -

 

Mutiara Jumat (1), 19 Syawal 1446 H:

Oleh Hadi Daeng Mapuna
(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar)

Tak terasa, Ramadhan telah meninggalkan kita lebih dari setengah bulan. Namun, suasananya masih terasa hangat. Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri masih sering terdengar saat bersua dengan keluarga, sahabat, maupun handai taulan. Kalimat-kalimat seperti “Minal aidin wal faidzin” atau “Taqabbalallahu minna wa minkum” masih mengalun dalam setiap silaturahmi dan anjangsana.

Dan sejatinya memang demikian. Meski Ramadhan telah berlalu, semangatnya harus terus hidup dalam diri kita. Sebab, takwa yang menjadi buah utama dari ibadah Ramadhan, adalah bekal abadi yang perlu terus dipupuk dan dijaga sepanjang hidup.

Hari ini adalah Jumat ketiga di bulan Syawal, bertepatan dengan tanggal 19 Syawal 1446 H. Artinya, waktu tersisa untuk menunaikan puasa enam hari Syawal tinggal sekitar 10 hingga 11 hari. Maka, inilah momen berharga yang tak layak disia-siakan.

Puasa Syawal: Pelengkap Ramadhan

Puasa enam hari di bulan Syawal adalah amalan penting pasca-Ramadhan. Ia menjadi pelengkap dari puasa sebulan penuh yang baru saja kita jalani. Rasulullah saw bersabda:

“Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian mengikutkannya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim, no. 1164)

Hadis ini menjelaskan bahwa puasa Syawal merupakan bentuk kelanjutan dan penyempurnaan dari latihan spiritual selama Ramadhan. Ia menjadi bukti bahwa kita ingin menjaga bekal takwa, bukan hanya selama satu bulan, tapi sepanjang kehidupan.

Takwa dan Konsistensi Ibadah

Takwa adalah tujuan utama dari Puasa Ramadhan, sebagaimana firman Allah swt:

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Imam Ibn Rajab al-Hanbali rahimahullah menyebutkan bahwa takwa adalah menjaga diri dari murka dan siksa Allah, dengan cara menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Dengan demikian, takwa bukan kondisi sesaat. Ia adalah kualitas jiwa yang perlu terus dipelihara dalam setiap fase hidup. Ramadhan adalah madrasah utama, dan puasa Syawal adalah “kelas lanjutan” yang menandai bahwa ruh ibadah dalam diri kita masih menyala.

Dalam ayat lain, Allah memperkuat pesan agar kita menjaga ketakwaan secara terus-menerus:

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali Imran: 102)

Ayat ini menegaskan bahwa takwa harus dijaga hingga akhir hayat, bukan hanya di bulan Ramadhan. Puasa Syawal menjadi bagian dari upaya kita menjaga konsistensi ruhani tersebut.

Rasulullah saw juga bersabda:

“Sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling terus-menerus, meskipun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, Allah lebih mencintai amal yang stabil dan konsisten daripada yang besar namun hanya sesekali. Maka orang yang berpuasa Syawal telah menunjukkan bahwa ia tidak sekadar beribadah karena suasana Ramadhan, melainkan karena cintanya kepada Allah.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:

“Barangsiapa beramal ketaatan lalu ia merasa amalnya diterima, maka tanda diterimanya adalah jika ia lanjutkan dengan amal ketaatan berikutnya.”

Karena itu, jika setelah Ramadhan kita bergegas menyambut Syawal dengan puasa sunnah, itu adalah pertanda baik. Mungkin, Allah telah menerima Ramadhan kita, karena IA menolong kita untuk terus melanjutkan amal-amal saleh.

Segera, Sebelum Terlambat

Takwa bukan tujuan jangka pendek. Ia adalah prinsip hidup. Dan, puasa Syawal menjadi indikator bahwa seseorang tidak ingin berhenti dalam perjalanan ruhani menuju ridha Ilahi. Ia adalah cermin dari kerinduan kepada Allah, serta cinta kepada ibadah.

Bekal takwa tak boleh berhenti dikemas hanya di bulan Ramadhan. Dengan puasa Syawal, kita sedang menyempurnakan perjalanan itu.

Oleh karena itu, selama waktu masih ada, segerakanlah puasa enam hari Syawal. Jangan biarkan kesempatan emas ini berlalu begitu saja. Siapa tahu, amalan inilah yang kelak akan menjadi pemberat amal kita di hadapan-Nya. Wallahu a’lam.[*]

spot_img
spot_img

Headline

spot_img