Mutiara Ramadhan (17):
Oleh Hadi Daeng Mapuna
(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar)
Ramadhan bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga momentum perubahan (transformasi) sosial. Selain sebagai ajang peningkatan kualitas spiritual, Ramadhan membentuk karakter sosial yang lebih peduli dan empati terhadap sesama. Puasa melatih pengendalian diri, kesabaran, serta kepekaan terhadap penderitaan orang lain.
Bulan suci ini membangkitkan empati, solidaritas, dan kepedulian terhadap sesama. Ia menjadi waktu yang tepat untuk merefleksikan diri, memperbaiki hubungan antarmanusia, serta meningkatkan kontribusi sosial.
Dalam suasana Ramadhan, umat Islam terdorong untuk lebih peka terhadap kondisi sosial di sekitarnya. Kegiatan seperti berbagi makanan, mengunjungi panti asuhan, serta membantu korban bencana alam menjadi bentuk nyata dari kepedulian tersebut. Kepekaan sosial ini berdampak positif dalam mengurangi kesenjangan, memperkuat tali persaudaraan, serta menciptakan lingkungan yang harmonis dan penuh kasih sayang.
Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini menegaskan bahwa tujuan utama puasa adalah membentuk ketakwaan, yang salah satu indikatornya adalah kepedulian sosial.
Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:
“Dan berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (QS. Al-Isra’: 26)
Kepedulian terhadap sesama merupakan bukti nyata manfaat seseorang bagi orang lain.
Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)
Ramadhan Membangun Masyarakat Harmonis
Puasa melatih umat Islam untuk menahan amarah, menjaga lisan, serta mengendalikan hawa nafsu. Ketika individu mampu bersikap lebih sabar dan toleran, maka konflik sosial dapat diminimalisir, menciptakan lingkungan yang lebih damai.
Ramadhan juga menghadirkan banyak momen kebersamaan, seperti buka puasa bersama, shalat berjamaah, serta tadarus Al-Qur’an yang mempererat hubungan sosial. Masyarakat yang terbiasa berinteraksi dalam suasana penuh keberkahan akan lebih mudah membangun rasa persaudaraan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seorang Muslim berjumpa dengan saudaranya lalu ia berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu Dawud)
Ramadhan juga menanamkan nilai gotong royong. Masyarakat lebih aktif membantu satu sama lain, seperti menyediakan takjil gratis atau berbagi makanan. Kepedulian ini menciptakan lingkungan sosial yang harmonis dan saling mendukung.
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa melepaskan kesulitan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Zakat, infak, dan sedekah menjadi instrumen penting dalam mendistribusikan kekayaan serta membantu mereka yang membutuhkan. Khususnya zakat fitrah, yang memastikan bahwa semua Muslim, termasuk yang kurang mampu, dapat merasakan kebahagiaan di hari raya. Peningkatan sedekah dan infak selama Ramadhan juga turut membantu mengurangi ketimpangan sosial serta menumbuhkan rasa empati.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)
Umat Islam sejatinya menjadikan Ramadhan sebagai titik awal dalam membangun masyarakat yang harmonis dan penuh kasih sayang. Apalagi, bulan ini memberikan dorongan kuat untuk peduli terhadap sesama.
Ada sebuah kisah mengharukan di masa Rasulullah. Seorang sahabat rela memberikan makanan terakhirnya kepada saudaranya yang kelaparan. Namun, ketika makanan itu diberikan kepada orang pertama, ia meneruskannya kepada orang lain, dan seterusnya, hingga akhirnya makanan kembali kepada yang pertama. Tidak satu pun dari mereka yang memakannya karena lebih mengutamakan saudaranya. Kisah ini menjadi bukti nyata bagaimana Ramadhan mengajarkan kepedulian luar biasa.
Ramadhan adalah waktu terbaik untuk membangun masyarakat yang harmonis melalui kesabaran, kebersamaan, kepedulian sosial, serta semangat berbagi dan gotong royong. Jika nilai-nilai ini terus diamalkan setelah Ramadhan, maka masyarakat yang penuh rahmat dan kasih sayang dapat terwujud sepanjang tahun. Wallahu a’lam. [*]