31 C
Makassar
Tuesday, March 19, 2024
HomeNasionalSerikat Pekerja Pertamina Terbitkan Petisi

Serikat Pekerja Pertamina Terbitkan Petisi

Desak Jokowi dan DPR Batalkan Rencana Privatisasi Pertamina

PenulisRilis
- Advertisement -
- Advertisement -

JAKARTA, SULSELEKSPRES.COM – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menerbitkan petisi “Tolak Rencana Privatisasi Pertamina Geothermal Energy dan Anak-Anak Usaha Pertamina”.

Dalam isi petisi yang dimuat lewat situs change.org tersebut, disebutkan bahwa rencana privatisasi melalui skema penawaran saham perdana, Initial Public Offering (IPO) anak-anak usaha BUMN, terutama Pertamina (dan PLN) telah dinyatakan secara terbuka oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada 20 Januari 2020.

Saat ini, menurut isi petisi itu, proses IPO yang dimotori oleh Kementrian BUMN tersebut telah memasuki tahap akhir dengan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

“PT. Pertamina Geothermal Energi (PGE) yang 100% sahamnya dimiliki Pertamina, adalah penyelenggara usaha bidang panas bumi penghasil tenaga listrik yang 100% dayanya dijual kepada PLN. Kementrian BUMN rencananya akan menjual 25% saham PGE, yang dikatakan bertujuan untuk memperoleh dana murah, meningkatkan transparanasi dan akuntabilitas, serta berbagai alasan lain,” demikian isi petisi FSPPB tersebut.

BACA JUGA :  Business Matching UMKM dan Industri Perhotelan di NTB Sukses Capai Transaksi Rp1,74 M

Lanjut isi petisi FSPPB, terlepas apapun alasan Pemerintah RI, yang pada dasarnya dapat dibuktikan merupakan alasan-alasan absurd, mengada-ada dan mengkhianati UUD 1945, maka FSPPB dengan ini menyatakan PENOLAKAN atas rencana privatisasi PGE.

Adapun poin alasan terhadap penolakan atas rencana Privatisasi PGE itu yakni sebagai berikut:

1. Melanggar Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

2. Melanggar Pasal 3 butir (a) dan Pasal 4 ayat (1) UU Panas Bumi No.21/2014 yang mengatur agar eksploitasi panas bumi diselenggarakan untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi serta bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;

3. Melanggar Pasal 77 huruf c dan d UU No. 19/2003 Tentang BUMN, yang mengatur bahwa BUMN yang mengelola Sumberdaya Alam dan mendapat penugasan khusus dari pemerintah tidak dapat dilakukan Privatisasi. Oleh karena PT. Pertamina (Persero) merupakan BUMN yg tidak boleh diprivatisasi, maka secara otomatis seluruh anak-anak perusahaan Pertamina yang Sahamnya dimiliki oleh Pertamina juga tidak diperbolehkan untuk melakukan IPO, sebab dengan dilakukannya IPO maka aset Pertamina yang dikelola oleh anak perusahaan akan juga dimiliki oleh pihak swasta.

4. Melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/2012 dan No.85/2013 yang mengamanatkan agar penguasaan sumber daya alam (SDA) oleh negara harus melalui pengelolaan oleh BUMN agar mendatangkan manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat;

5. Melanggar UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, karena SDA panas bumi dan pemilik manfaatnya melalui PGE adalah Pemerintah Republik Indonesia. Kementrian BUMN telah merekayasa pemilikan Kekayaan Negara tersebut melalui manipulasi pembentukan anak/cucu BUMN, sehingga Aset Negara dengan mudah dimiliki swasta;

BACA JUGA :  Pertamina Boyong 7 Penghargaan Sustainable Marketing Excellence Award 2023

6. Mengurangi penerimaan negara/APBN dan keuntungan BUMN karena dilakukannya proses unbundling, yaitu memisah-misahkan rantai bisnis Pertamina menjadi sejumlah anak-anak usaha atau sub-holding. Subholding yang merugi akan menjadi beban negara atau rakyat. Sedangkan subholding yang paling menguntungkan (creme dela creme) akan dijual kepada swasta dan asing, termasuk perusahaan oligarkis. Akhirnya merekalah yang akan menikmati manfaat terbesar dari SDA milik rakyat;

7. Meningkatnya beban hidup rakyat akibat naiknya tarif energi sebagai dampak negatif proses unbundling pelayanan public utilities. Teori ekonomi/bisnis telah mengkonfirmasi dampak negatif proses unbundling rantai bisnis energi ini;

8. Karena turunnya pendapatan, akan mengurangi kemampuan BUMN/Pertamina melakukan cross-subsidy, menjalankan tugas perintisan, membangun serta menyediakan jasa dan pelayanan kepada masyarakat tidak mampu serta wilayah terpencil, tertinggal dan terluar. Hal ini jelas akan meningkatkan kesenjangan pendapatan kaya miskin dan kesejahteraan antar wilayah;

9. Menyediakan jalan bagi para pemilik modal, investor asing, para pengusaha oligarkis dan negara kapitalis untuk menghisap sumber-sumber kekayaan negara dan ekonomi rakyat. Bukannya menangkal, Pemerintah Indonesia malah aktif mendukung agenda penghisapan potensi penerimaan APBN dan pemiskinan rakyat dimana sejumlah oknum pejabat yang tergabung oligarki kekuasaan ikut pula berburu saham dan rente dalam proses privatisasi;

10. Pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir bahwa IPO subholding BUMN bertujuan mencari dana murah adalah manipulasi informasi tendensius. Erick telah membohongi rakyat. Faktanya Pertamina telah memperoleh kredit bunga rendah tanpa IPO. Sejak 2011 hingga awal 2021 total obligasi Pertamina sekitar US$ 14 miliar dengan tingkat bunga (kupon) 1,4% – 6,5% (weighted average: sekitar 4,60%). Nilai kupon tersebut ternyata lebih rendah dibanding kupon PGN yang telah IPO, yakni 5,125% (US$ 1,35 miliar, 5/2014);

11. Karena saham negara di Pertamina/PGE masih 100%, jaminan pemerintah terhadap Pertamina otomatis melekat. Sehingga tanpa IPO, PGE justru dapat mengakses dana lebih murah. Bahkan BUMN sering memperoleh hibah atau pijaman bunga 0%, hal yang tidak akan diperoleh oleh BUMN yang sudah go public;

12. Sebagian besar penyebab masalah kinerja/GCG BUMN justru berasal dari pemerintah, seperti penempatan tim sukses, mengangkat teman sesama anggota oligarki menjadi pengurus BUMN, menunggak beban subsidi, menjadikan BUMN sebagai sapi perah, dll., serta berdalih bila cara terbaik memperbaiki GCG BUMN adalah dengan merubah statusnya menjadi non-listed public company (NLPC).

Hingga berita ini ditayangkan, petisi tersebut telah ditandatangani oleh sejumlah akademisi, mantan pejabat BUMN, maupun pihak FSPPB, di antaranya;

1. Dr. Marwan Batubara (Koordinator).
2. Prof. Sri-Edi Swasono, Guru Besar UI
3. Prof. Mukhtasor, Guru Besar ITS
3. Prof. Daniel M. Rosyied, Guru Besar ITS.
7. Prof. Juajir Sumardi, Guru Besar Unhas
4. Dr. Said Didu, Mantan Sekjen KBUMN
5. Dr. Anthony Budiawan, PEPS
6. M. Mursalin, CSIL
9. Arie Gumilar, FSPPB
10. Ugan Gandar, Pengamat Migas
11. Faisal Yusra, KSPMI
12. Rifqi Nuril Huda, DEM
13. Sutrisno, FSPPB
14. R. Muhsin Budiono, FSPPB

Lebih lanjut, FSPPB menilai bahwa sebagai perusahaan milik negara, Pertamina beserta afiliasinya memiliki aset-aset yang dikelola sesuai aturan. Dalam tata kelola tersebut, hak pengawasan bukan hanya oleh Pemerintah, tetapi juga oleh DPR sebagai wakil rakyat.

“DPR harus menggunakan hak pengaturan dan pengawasan dalam proses privatisasi PGE demi UUD 1945, ketahanan energi, kedaulatan negara dan tersedianya energi murah bagi kesejahteraan rakyat,” tulis FSPPB lewat isi petisinya.

BACA JUGA :  Konsumsi Premium di Makassar Capai 70,5% Perhari

Oleh karena itu, Serikat Pekerja Pertamina menuntut kepada Presiden Jokowi dan DPR RI agar segera membatalkan rencana privatisasi PGE maupun anak-anak usaha Pertamina lainnya.

“Akhirnya, kami menuntut agar Pemerintah Indonesia terutama Presiden Jokowi dan juga DPR RI untuk segera membatalkan rencana privatisasi PGE dan juga anak-anak usaha Petamina yang lain, seperti Pertamina Hulu Energy (PHE), Pertamina International Shipping (PIS), dan seluruh afiliasi Pertamina grup lainnya melalui proses IPO,” tulisnya.

spot_img

Headline

Populer