MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM — Pakar Hukum, Prof. Ruslan Renggong, menilai bahwa permohonan sengketa Pilkada yang diajukan pasangan calon (paslon) Wali Kota Makassar nomor urut 3, Indira Yusuf Ismail dan Ilham Ari Fauzi, ke Mahkamah Konstitusi (MK), memiliki argumen yang lemah.
Dalam sidang pleno yang berlangsung di Gedung I MK, Jakarta, Selasa (21/1), pemohon mendalilkan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang menyulitkan pemilih menggunakan hak pilihnya.
Namun, Prof. Ruslan menjelaskan bahwa sesuai Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2024, dalil yang diajukan harus kuat dan memiliki dasar hukum yang jelas. Ia juga mengutip Pasal 158 UU Pilkada yang mengatur bahwa untuk daerah dengan jumlah penduduk lebih dari satu juta, seperti Makassar, selisih suara yang dapat diajukan ke MK maksimal 0,5%.
Dengan hasil suara paslon nomor 1, Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika Ilham, mencapai 319.112 suara (54,72%), dan paslon nomor 3 hanya memperoleh 81.405 suara (13,96%), selisih suara yang jauh membuat gugatan ini sulit diterima.
KPU DAN BAWASLU MEMBANTAH ADANYA PELANGGARAN
Dalam sidang tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar menegaskan tidak ada indikasi pelanggaran TSM. Zahru Arqom, kuasa hukum KPU, menjelaskan bahwa penentuan Tempat Pemungutan Suara (TPS) dilakukan berdasarkan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2024, dengan basis data Kartu Keluarga (KK) dan alamat rumah pemilih.
“Distribusi formulir C-Pemberitahuan juga dilakukan dengan baik, termasuk ke wilayah terjauh seperti Kecamatan Pulau Sangkarang. Ini membuktikan KPU telah menjalankan tugasnya sesuai aturan,” ujarnya.
Zahru menambahkan, tingkat partisipasi pemilih sebesar 57% dalam Pilwalkot Makassar 2024 tidak berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu 58,98% pada 2018 dan 59,66% pada 2020.
BANTAHAN PIHAK TERKAIT
Paslon nomor urut 1, melalui kuasa hukumnya Damang, membantah tuduhan bahwa Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengarahkan pemilih. “Tidak ada laporan yang membuktikan bahwa anggota KPPS terlibat sebagai tim sukses paslon tertentu,” jelas Damang.
Damang juga menyatakan bahwa pemilih yang tidak terdaftar atau ingin mengubah lokasi TPS dapat menggunakan identitas KTP elektronik sebagai dasar untuk mencoblos di hari pemungutan suara.
KEJADIAN DI TPS 28 BATUA
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kota Makassar, Dede Arwinsyah, membantah adanya pelanggaran besar di TPS. Ia menjelaskan, insiden di TPS 28 Kelurahan Batua, di mana seorang anggota KPPS mengarahkan pemilih hingga bilik suara, terjadi karena pemilih tersebut lanjut usia dan membutuhkan pendampingan.
“KPPS telah membuat surat pendampingan sesuai prosedur. Para saksi juga telah menyepakati bahwa masalah tersebut selesai,” kata Dede.
DALIL PEMOHON DIPERTANYAKAN
Pemohon menyoroti dugaan manipulasi daftar hadir pemilih tetap (DHPT) melalui tanda tangan palsu dan pemisahan pemilih dalam satu KK ke TPS berbeda. Namun, baik KPU maupun Bawaslu tidak menemukan bukti konkret yang mendukung klaim tersebut.
Dengan dalil yang dinilai lemah dan minim bukti, peluang gugatan ini untuk dikabulkan Mahkamah Konstitusi semakin kecil.