MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Pakar Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof. Dr. Amir Ilyas, SH. MH, menyebut dalil yang dimohonkan tim pasangan Indira-Ilham di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) sangat aneh, karena tidak jelas materi gugatan.
Menurut Guru besar Fakultas Hukum Unhas itu, bahwa dalil pemohon tim Indira-Ilham dalam sidang MK bersifat “ambiguous” atau kabur. Bahkan, tidak jelas dan kontradiktif antara posita (dasar hukum) dan petitum (tuntutan).
“Kalau kita membaca dan menyimak dalil pemohon (tim hukum paslon INIMI) di sidang MK, sangat aneh. Pada petitum pemohon vague (tidak jelas) juga ambiguous (kabur),” jelas Prof. Amir Ilyas, Selasa (21/1/2025), usai menyimak keterangam pihak termohon dan pihak terkait pada sidang MK.
Lebih lanjut, Wakil Dekan Bidang Inovasi, Kemahasiswaan, Alumni, dan Kemitraan pada Sekolah Pascasarjana Unhas itu menuturkan poin-poin tuntutan tim hukum INIMI selaku pemohon tidak memenuhi syarat hukum untuk diproses di MK.
“Fakta persidangan di MK, jawaban dari termohon dan pihak terkait sangat jelas mwmbuat hakim MK memahami. Apa dasarnya? Karena materi gugatan pemohon antara posita di dalilkan tidak sesuai petitum,” tutur Prof. Amir.
Akademisi Unhas itu mencontohkan, pemohon dalilkan dalam petitum ada data 300 lebih TPS di 15 kecamatan katanya bermasalah data pemilih mencoblos.
Namun, ditampilkan hanya 39 TPS. Ini kan tidak signifikan dan keterangan tidak jelas dari tim INIMI. Ini tidak sesuai dalil mereka.
Ia menilai bahwa, tuduhan kecurangan yang disampaikan oleh kubu INIMI, seperti manipulasi Daftar Hadir Pemilih Tetap (DHPT) dan tanda tangan palsu tidak sesuai fakta persidangan.
“Mengenai tanda tangam palsu, sudah terjawab bahwa, kata kunci adalah mereka dapat undangan form C6 memilih sehingga datang ke TPS, jadi tidak diwakili. Sehingga, tuduhan dari pemohon sangatlah tidak rasional,” jelasnya.
Tak hanya itu, Prof. Amir menuturkan dalil pemohon soal tingkat partisipasi masuk dalam petitum sangatlah lucu. Menurutnya, setiap hajatan pilwali Makassar tingkat partisipasi pemilih relatif, sehingga tidak ada paslon yang mengintervensi pemilih.
Ia mencontohkan, pada pilwali Makassar, tahun 2013 partisipasi pemilih sebesar 58,9 persen, sedangkan pada pilkada 2018 sebesar 57,2 persen. Sementara itu, pilkada 2020 sebesar 59,6 persen.
Jika dibandingkan dengan partisipasi pilkada yang tertinggi berada pada tahun 2013 itu meningkat 0,7 persen. Namun, jika dibandingkan dengan partispasi pilkada 2020 dengan pilkada yang terkahir 2018 meningkat 2,4 persen.
“Sangat lucu kalau pemohon soal partisipasi masuk dalil pemohon. Apalagi disebut ada intervensi pemilih. Kalau kita lihat 2013, 2018 mulai angka 57 dan 58 persen,” ungkapnya.
“Katanya paslon lawan arahakan pemilih atau intervensi, seharusnya incumben mengarahakan. Jadi, sangat lucuh kalau tudihan ke lawan arahkan. Kan semua dalil pemohon juga terbantahkan di depan hakim MK kan,” lanjut Prof. Amir.
Sebagai tenaga pengajar bidang Hukum, ia sangat optimis gugatan sengketa hasil Pilwali Makassar 2024 yang diajukan oleh pasangan Indira Jusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi (INIMI) MK tidak diterima. Bahkan ia menyarankan MK tidak melanjutkan ke tahapan selanjutnya.
Ditambahkan, alanya juga jelas bahwa tidak cukup alasan MK menrima gugatan, karena lampaui ambang batas. Begitu pun kedudukan pemohon hanya nomor urut 3, menurutnya, sangat tidak relefan menuduh dengan dalil yang sifatnya opini.
“Saya lihat semua dalil yang dikemukakan tim INIMI ditolak MK atau dismisal (karena tidak cukup bukti). Sehingga saya sarankan gugatan pemohon tidak akan lanjut tahapan berikut,” saran Amir.
—————-
Alasan penolakan tersebut meliputi:
Alasan Penolakan
1. Kaburnya dalil: Dalil pemohon tidak jelas dan tidak memenuhi syarat hukum untuk diproses di MK.
2. Kontradiksi: Antara posita dan petitum tidak sesuai.
3. Kurangnya bukti: Dalil pemohon tidak didukung oleh bukti yang cukup.
Contoh Kontradiksi
1. Data TPS: Pemohon menyebutkan 300 lebih TPS bermasalah, namun hanya menampilkan 39 TPS.
2. Tingkat partisipasi: Pemohon menyebutkan adanya intervensi pemilih, namun data menunjukkan stabilitas tingkat partisipasi pemilih.
Saran Prof. Amir
1. MK tidak melanjutkan ke tahapan selanjutnya.
2. Gugatan pemohon tidak akan diterima karena tidak memenuhi syarat hukum.
Prof. Amir optimis bahwa gugatan sengketa hasil Pilwali Makassar 2024 tidak akan diterima oleh MK.