Kaswad juga menegaskan Dibutuhkannya penguatan regulasi terkait pengawasan haji dan umrah, Penertiban travel travel atau biro perjalanan haji dan umrah, yang tidak berizin tapi memiliki jaringan kuat di imigrasi, penerbangan, akomodasi dan transportasi baik di tanah suci maupun di tanah air. Karenanya dibutuhkan koordinasi lintas istansi dan lembaga terkait dengan prosea pelaksanaan haji dan umrah khusus. Terlebih soal keberpihakan anggaran pengawasan yang sangat minim, bahkan di level kabupaten dan Kecamatan nyaris tidak ada ungkapnya.
Hasil identifikasi masalah
Dalam dialog yang berlangsung di Aula Kanwil Kemenag Sulsel, sejumlah masalah teridentifikasi seputar penyelenggaraan ibadah Umrah dan Haji khusus diantaranya
1. Dari sisi Hukum dan Kebijakan, masih terdapat sejumlah aturan yang belum mengatur secara tegas tenrang mekanisme penyelenggaraan, koordinasi siatem pengawasan, kebijakan perijinan, pembinaan dan pengawasan serta keterlibatan pemerintah daerah dan lembaga lain dalam melakukan pengawasan bagi penyelenggaraan ibadah umrah dan haji khusus.
2. Mekanisme kuota visa haji dan umrah serta persaingan usaha tidak sehat di kalangan biro perjalanan umrah dan haji khusus yang disebabkan oleh masih adanya penggunaan visa non haji atau visa haji diluar visa haji resmi pemerintah dan penggunaan visa haji dari negara lain, terdapatnya perbedaan harga dari provider visa atau perusahaan pelayanan visa yang ditetapkan oleh pemerintah, belum lagi masih terdapatnya perusahaan penyelenggara ibadah umrah dan haji khusus yang tidak berijin tapi tetap bisa lolos memberangkatkan jemaah dengan berbagai cara, serta minimnya jaminan perlindungan jemaah umrah dan haji khusus oleh penyedia Penyelenggara ibadah umrah dan haji khusus.
Dari permasalahan tersebut diatas, Kementerian Agama kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 tahun 2018 tanggal 27 maret 2018 tentang penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah yang otomatis menggantikan aturan sebelumnya yakni PMA nomor 18 Tahun 2015.
Dalam PMA yang baru ini diatur agar Perusahaan Penyelenggara ibadah Umrah (PPIU) melaporkan setiap tahapan kegiatannya terkait penyelengaraan ibadah umrah dan haji sehingga bisa dikontrol oleh Kemenag dan masyarakat.
Selain menerbitkan regulasi tersebut, Kemenag juga meluncurkan Aplikasi Sipatuh (Sistem Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji). Wacana ini sudah disampaika Kemenag sejak Januari lalu, usai kasus First Travel mencuat.
Regulasi baru ini juga mengatur kalau uang atau dana calon jemaah umrah tidak boleh dialokasikan untuk kepentingan lain, semua biro perjalanan Haji dan Umroh dituntut fokus ke ibadahnya, bukan semata mata pada kepentingan bisnisnya.