SULSELEKSPRES.COM – Setelah perdagangan Amerika Serikat (AS) dan Cina yang semakin memanas pada Juli dan Agustus 2019 lalu, Sri Mulyani Indrawati mengakui masalah ekonomi dunia yang semakin meningkat.
“Seperti perang dagang (perang perdagangan) yang mendorong pergerakan Yuan Cina dan perang perdagangan seperti yang terjadi,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN di Jakarta, Senin (26/8/2019).
Menurut dia, hampir semua negara jatuh, tapi kalau Indonesia bisa tetap di tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen itu merupakan hal yang baik, karena ada risiko penurunan pertumbuhan ekonomi.
BACA:Â Gubernur Harap Dekranasda Sulsel Dorong Sektor Pariwisata dan Perdagangan
“Dari sisi indeks manufaktur harus turun hingga 50 persen ke bawah, ini menurun. Revisi alokasi pertumbuhan ekonomi terus terjadi, termasuk perdagangan internasional. Ini semua indikator yang harus diwaspadai karena akan pengaruhi kondisi di dalam negeri,” sebutnya.
Ani, hubungan antara AS dan Cina akan semakin memburuk, dan menjadi kebutuhan yang harus diwaspadai karena merupakan ekonomi terbesar di dunia.
Tak hanya manufaktur, harga komoditas pun bertambah pelemahan dan hampir semua indeks saham terus jatuh. Pada akhirnya, respons pasar global adalah penurunan suku bunga acuan.
BACA:Â Perang Dagang: 4 senjata Cina yang bisa digunakan Lawan AS
“Volatilitas ini terdampak ke semua, misalnya indeks (bursa) Dow Jones, obligasi juga (obligasi) juga. Kalau yang jangka panjang lebih rendah, itu bisa jadi salah satu indikator yang digunakan untuk membaca resesi,” ungkap Ani.
Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump akan tetap menaikkan tarif impor barang-barang dari Tiongkok, meskipun hal itu diperkirakan akan disiapkan persiapan liburan Natal akhir tahun. Dalam perkembangannya, Cina pun membalas dengan hal yang sama, menaikkan tarif barang penting dari Negeri Paman Sam.
“Trump terus mengatakan lagi akan balas, ini hanya beberapa hari terakhir saja, tapi buat sentimen dan gejolak,” tutur Ani, sapaan akrab Sri Mulyani.
Sumber: CNN Indonesia