Tidak Tepat Sasaran, Pencabutan Subsidi Solar Jadi Solusi?

Sekelompok nelayan sedang membeli solar dengan mengisinya ke jerigen di sebuah SPBU khusus untuk nelayan. Foto : kominfo.jatimprov.go.id

Kritikan tajam tentang wacana penghapusan subsidi BBM solar untuk nelayan juga diungkapkan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati. Menurut dia, wacana tersebut menjadi lambang kegagalan Negara dalam menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

“UU tersebut telah memandatkan kepada Pemerintah untuk segera memberikan perlindungan dan pemberdayaan, khususnya bagi nelayan kecil di bawah 10 GT dalam penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan,” ungkap dia.

Keberadaan fasilitas tersebut, kata Susan, menjadi vital karena nelayan sangat memerlukannya untuk mengembangkan usaha dan mendapatkan kepastian usaha yang berkelanjutan. Untuk mencapai itu, salah satunya adalah diperlukan ketersediaan bahan bakar dan sumber energi lainnya yang dapat dijangkau oleh nelayan kecil.

Berkaitan dengan alasan wacana pencabutan subsidi BBM yang dilontarkan Susi Pudjiastuti karena banyaknya pengusaha skala besar yang ikut menikmati, kata Susan itu juga tidak beralasan. Seharusnya, jika memang terjadi demikian, Pemerintah memperbaiki tata kelolanya dan bukan mencabut subsidinya.

“Jika dicabut, maka itu akan mengorbakan jutaan nelayan kecil yang sangat membutuhkan bahan bakar bersubsidi,” tutur dia.

Susan memperkirakan, jika wacana pencabutan subsidi BBM solar jadi dilaksanakan, maka itu mengancam keberlangsungan usaha nelayan skala kecil yang ada di seluruh Indonesia. Jika itu terjadi, maka bisa dipastikan akan banyak nelayan kecil yang gulung tikar dan bahkan kemudian berhenti menjadi nelayan karena nasibnya semakin tidak jelas.

Lebih lanjut Susan menjelaskan, untuk memecahkan persoalan adanya kapal berskala besar menggunakan solar bersubsidi, maka Pemerintah harus mengkaji ulang Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 6 Tahun 2014. Dalam aturan tersebut, kapal berbobot 30 gros ton (GT) diperbolehkan membeli solar bersubsidi.

BACA JUGA :  IYL Peringati HUT RI: Pagi di Gubernuran, Sore di Gowa

“Adanya Permen ini kerap dijadikan celah bagi pengusaha perikanan untuk menggunakan solar bersubsidi,” ucap dia.

Selain evaluasi peraturan, Susan menyebutkan, langkah berikutnya yang bisa diambil oleh Pemerintah, adalah menerbitkan peraturan tentang peruntukkan solar subdisi bagi nelayan kecil atau maksimal kapal berbobot 10 GT.

“Ketiga, bisa juga Pemerintah memecahkan persoalan dengan membangun prasarana pengisian bahan bakar di wilayah nelayan kecil sesuai dengan mandat UU No 7 Tahun 2016. Terakhir atau keempat, dilakukan pendataan dan membuat kerja sama dengan nelayan kecil dalam distribusi solar bersubsidi,” tandas dia.

Hentikan Wacana Pencabutan