Mutiara Ramadhan (27):
Oleh Hadi Daeng Mapuna
(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar)
Sebelum Ramadhan berakhir, ada satu kewajiban yang harus dilakukan umat Islam, yakni membayar Zakat Fitrah. Zakat Fitrah adalah kewajiban umat Islam yang harus ditunaikan sebelum pelaksanaan Sholat Idul Fitri, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
“Rasulullah saw mewajibkan zakat fithri dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan sholat ied”. (HR. Bukhari)
Perintah mengeluarkan zakat fitrah tercantum dalam surah At Taubah ayat 103.
“Ambil-lah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Berdasarkan ayat di atas, zakat bertujuan membersihkan dan mensucikan. Yang dimaksud membersihkan di sini adalah membersihkan harta dari hal-hal yang syubhat atau haram. Sebab, dalam setiap usaha kita mencari harta, boleh jadi ada percampuran harta yang syubhat atau bahkan haram. Misalnya, kita mengakui sesuatu itu adalah hak kita, padahal itu adalah hak orang lain. Atau, secara tidak sengaja harta kita bercampur dengan hak-hak orang lain yang tidak sempat “dibersihkan”. Dengan mengeluarkan zakat, harta kita menjadi bersih dan Insya Allah menjadi berkah.
Sedangkan kata “mensucikan” mengandung dua makna, yaitu mensucikan hati dari sifat kikir dan tamak. Kikir dan tamak adalah dua sifat yang dibenci Allah dan Rasul-Nya. Sifat kikir (keinginan untuk menahan harta) dan tamak (serakah, tidak pernah puas) adalah sifat-sifat yang dapat meracuni hati seseorang. Dalam agama Islam, kedua sifat ini dianggap negatif dan harus dihindari.
Rasulullah saw bersabda: “Jauhilah sifat kikir, karena sifat itu telah membinasakan umat sebelum kalian. Sifat itu mendorong mereka untuk menumpahkan darah dan menghalalkan yang haram.”
Mengenai sifat kikir, Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan, ”Aku heran dengan orang yang kikir karena ia hanya mempercepat laju kemiskinannya, padahal ia berusaha lari dari kemiskinan. Ia kehilangan kesenangan hidup yang ia dambakan (karena tidak menikmati hartanya akibat kebakhilannya)”.
Selain membersihkan dan mensucikan, zakat fitrah juga mengandung makna kepedulian sosial. Dengan demikian, zakat fitrah mengandung dua dimensi utama yakni dimensi spiritual dan dimensi sosial.
Dimensi Spiritual Zakat Fitrah
Zakat fitrah berfungsi sebagai penyucian diri bagi umat Islam setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda:
“Rasulullah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan perbuatan kotor…” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Zakat fitrah membersihkan jiwa dari kekurangan dalam ibadah puasa, seperti ucapan yang kurang baik, perbuatan yang tidak sempurna, atau kelalaian. Ini juga menjadi bentuk rasa syukur atas nikmat kesehatan, rezeki, dan kesempatan beribadah di bulan Ramadhan.
Dengan membayar zakat fitrah, seorang Muslim menutup bulan Ramadhan dengan hati yang lebih bersih, seolah-olah kembali ke fitrah (kesucian asal).
Dimensi Kemanusiaan Zakat Fitrah
Zakat fitrah juga menjadi mekanisme kepedulian sosial dalam Islam. Rasulullah saw menegaskan bahwa zakat fitrah bertujuan untuk mencukupi kebutuhan fakir miskin, agar mereka juga bisa merasakan kebahagiaan di hari raya.
Membantu masyarakat miskin agar mereka tidak meminta-minta di hari Idul Fitri. Memperkuat rasa persaudaraan, karena zakat fitrah mendistribusikan kebahagiaan secara merata. Mengajarkan umat Islam untuk peduli dan berbagi, sebagai perwujudan akhlak Islami yang luhur.
Zakat fitrah bukan sekadar kewajiban yang berdimensi spiritual, tetapi juga simbol kesempurnaan ibadah Ramadhan. Ia membersihkan jiwa dari penyakit kikir dan tamak, sekaligus meneguhkan kepedulian sosial di antara sesama Muslim. Dengan membayar zakat fitrah, seorang Muslim tidak hanya menyucikan dirinya, tetapi juga memastikan bahwa saudara-saudaranya yang kurang mampu dapat merasakan kegembiraan di Hari Raya Idul Fitri. Wallahu a’lam.[*]