Masuk ke wilayah Ponre, terhampar pantai nan indah dengan perahu nelayan aneka warna, sebagaimana warna-warni partai yang kerap tercetak di badan perahu. Mereka mempunyai proses produksi dan pengetahuan tradisional yang khas nelayan yang tidak mungkin didapatkan di bangku-bangku sekolah.
Inipun bisa dijadikan sebagai tempat wisata pendidikan bagi anak2 sekolah sekaligus menanamkan jiwa bahari, kita tidak boleh lupa bahwa Bulukumba terkenal dengan jiwa kebahariannya.
Stop sampai di sini dulu, saya tidak sedang mendendangkan ODE (lagu pujian) pada negeri ini. Saya hanya mau bertanya, sudahkah semua yang saya sebut di atas di urus juga dengan baik dan indah, sehingga semua orang yang datang berkunjung menjadi nyaman dan mendapat informasi? Ataukah mungkin baru tersentuh setelah orang-orang termasuk saya mulai membahasnya dan memberitahu bahwa itu adalah potensi besar? wallahu a’lam.
Di belakang kantor DPRD dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, berderet kampung nelayan, seingat saya ada seorang doktor dihasilkan oleh kampung ini. Artinya, kampung ini punya pesona tersendiri, utamanya bagi peneliti-peneliti di bidang sosial. Papan Nama pun tak ada untuk menuntun ke sana.
Setelah jembatan Teko membelok ke kiri, terhampar pemandangan sawah dan salah satu ikon Bulukumba, persawahan dan Bangkeng Buki’ nya. Sayang, sudah sebagian besar persawahan yang nyata2 areal produktif sudah di jual pemiliknya demi kekayaan sesaat, jadilah hamparan sawah itu menjadi hamparan perumahan.
Kalau terus-terusan kondisi ini dibiarkan maka Bulukumba kelak akan menjadi negeri penerima beras, negeri pengirim beras hanya akan menjadi catatan pada lembar-lembar sejarah.
Konon di Amerika, pemerintah sangat melarang penjualan lahan-lahan produktif, sehingga keberadaan pangan sebagai unsur penyangga ketahanan nasional lebih terjamin. Jangan sampai Bulukumba menjadi negeri yang salah urus, negeri yang seolah-olah. Alangkah indahnya kalau pemandangan ini terus dijaga sambil menjaga ketahanan pangan daerah.
Menuju kecamatan kindang, disinilah kesejukan akan terasa, ada jalanan setapak menuju ke danau kahayang, danau nan elok di pegunungan kindang. Kalau anda bisa berada di tempat itu antara pukul 9-10 pagi maka anda akan menyaksikan burung-burung nuri aneka warna sedang mengadakan ritual perkawinan, suaranya yang memekik dan merdu itu sangat menyejukkan, terkadang mereka melintas terbang di atas kepala kita.