Bekas Tambang Galian C Renggut 5 Nyawa Warga

SIDRAP, SULSELEKSPRES.COM -Aktivitas tambang galian C di Desa Bila Riase, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidrap meninggalkan sejumlah kubangan di beberapa titik, yang berbahaya bagi masyarakat sekitar khususnya anak kecil.

Berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel yang diperoleh dari masyarakat setempat, sedikitnya 5 warga meregang nyawanya setelah tenggelam di lubang tersebut.

Diantaranya, Lamallongi (60) warga Desa Botto, Kecamatan Pitu Riase; Asma Binti Lamallogi (25) warga Desa Botto; Latahang, (30) warga desa Botto; Syahrul (11) warga Desa Bila Riawa kecamatan Dua Pitue; dan bocah berumur 8 tahun, bernama Arya (8) warga Desa Bila Riawa tewas dalam rentang waktu berbeda.

“Kegiatan tambang telah menelan korban jiwa. Sebanyak 5 orang meninggal dunia akibat tenggelam di kubangan bekas tambang,” ujar Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulsel, Muhammd Al Amin.

Sementara itu, dampak lingkungan dari aktivitas tambang ini, lanjut Amin juga menimbulkan berbagai anomali terhadap ekosistem sungai, seperti kedalaman yang meningkat secara bervariasi, air sungai tak lagi jernih, dan kerapnya terjadi longsor di bibir sungai.

“Pada faktanya, longsor terjadi bukan secara alamiah, melainkan karena pemilik tambang menambang di bibir Sungai Bila. Ditambah dengan hilangnya ekosistem sungai, seperti pasir sungai, batu-batuan yang sejatinya merupakan rumah bagi biota sungai dan bentuk sungai mengalami perubahan akibat longsor,” imbuhnya.

Hadirnya aktivitas ini, kata Amin juga sangat berdampak langsung terhadap masyarakat setempat. Kualitas udara kotor yang bercampur dengan debu menjadi teman sehari-sehari warga.

“Itu dihirup setiap hari oleh masyarakat. Hal itu terjadi karena mobilitas angkutan material tambang sangat tinggi. Masyarakat mencatat, ada sekitar 500 truk pasir setiap hari melintas di jalan Desa Bila Riase,” terangnya.

Tak hanya itu, lanjut Amin, kebun milik sebagian masyarakat di sepanjang aliran sungai juga menyempit. Bahkan dari temuan Walhi lahan milik warga tidak sedikit yang hilang, baik karena longsor, maupun karena ditambang.

“Selain itu, sumur milik masyarakat mengering karena kedalaman sungai melebihi kedalaman sumur, dan masyarakat tidak lagi dapat memanfaatkan sungai untuk keperluan MCK, karena air sungai keruh dan bibir sungai curam sedalam 5-7 meter dari permukaan air,” ringkasnya.