SULSELEKSPRES.COM – Aktivis media sosial Denny Siregar mengkritik Calon Presiden Prabowo Subianto yang sering berbicara soal kemiskinan.
Denny menilai kalau Prabowo menjadi sosok yang kontradiksi. Berbicara soal kemiskinan namun disisi lain tetap hidup daoam kemewahaan.
“Kontradiksi yang paling menonjol adalah ketika ia berbicara kemiskinan dari rumahnya yang mewah seluas belasan hektar dengan diisi belasan kuda mahal yang bahkan ada lapangan pacunya,” begitu bunyi salah satu petikan dalam tulisan Denny Siregar yang dia bagikan dimedia sosialnya (20/10/2018).
Baca: Prof Romli Singgung kata ‘Dungu’, Rocky Gerung Bereaksi
“Bagaimana bisa seorang kaya raya bicara tentang kemiskinan ? Apa dia mengerti tentang arti miskin jika dia belum pernah miskin ?,” tambahnya.
Denny juga menyorot kunjungan Prabowo ke daerah menggunakan jet pribadi.
Baca:Â Dahnil Anzar, Jubir Prabowo Sebut Pelanggar HAM Setir Pemerintahan Jokowi
“Seperti gambar-gambar yang berbicara saat Prabowo turun dari tangga pesawat jet pribadinya ketika ia berkunjung ke satu daerah. Dan ciri khas Prabowo, ia tidak mau disambut dengan cara biasa, harus ada cara yang menunjukkan bahwa ia seorang yang sangat dihormati. Yaitu dengan karpet merah..,” katanya.
Prabowo dalam beberapa kesempatan mang kerab berbicara soal kondisi ekonomi.
Baca:Â Deklarasi 2019 Ganti Presiden, Ali Mochtar Ngabalin: Makan Itu Kau Punya Hastag
Terbaru, dalam kunjungannya di Inna Bali Heritage Jalan Veteran Denpasar, Jumat 19 Oktober 2018 kemarin, Prabowo juga menyinggung soal ekonomi yang hanya dinikmati segelintir orang.
Berikut tulisan lengkap Denny Siregar:Â
PRABOWO DAN KESET MERAHNYA..
Meski sering bicara di forum tentang kemiskinan, kehancuran dan kelaparan masyarakat Indonesia, Prabowo Subianto tetap bergaya mewah.
Gaya hidup ini tidak bisa ditinggalkannya seakan sudah menjadi darah dagingnya. Meskipun ia sedang berjalan di pasar misalnya, tetap saja tidak tampak bahwa ia bagian dari rakyat biasa.
Ia adalah seorang Raja. Seorang Sultan. Ndoro. Dan ini benar-benar terpatri dalam benaknya.
Kita tidak pernah melihat Prabowo sendirian di tempat-tempat umum. Ia selalu dikawal orang banyak yang siap sedia menyediakan kebutuhannya, bahkan jika perlu menalikan tali sepatunya. Mereka para hulubalang yang selalu menundukkan dirinya menunggu perintah “Boss of the Boss”. Silap sedikit, bisa kena marah..
Sifat Prabowo dan hulubalangnya seperti ini terkadang memunculkan kontradiksi dan kelucuan-kelucuan bagi mata masyarakat biasa seperti saya.
Kontradiksi yang paling menonjol adalah ketika ia berbicara kemiskinan dari rumahnya yang mewah seluas belasan hektar dengan diisi belasan kuda mahal yang bahkan ada lapangan pacunya.
Bagaimana bisa seorang kaya raya bicara tentang kemiskinan ? Apa dia mengerti tentang arti miskin jika dia belum pernah miskin ?
Prabowo bukan hanya fasih bicara kemiskinan dari jendela mobil mewahnya, bahkan dari jendela pesawat pribadi yang berharga puluhan miliar rupiah dengan perawatan yang jelas sangat mahal setiap bulannya yang bisa menghidupi sekian ratus kepala keluarga miskin.
Ia bahkan tidak bisa berpura-pura miskin untuk sekadar menyelami situasinya, karena memang ia tidak bisa bersentuhan dengan situasi itu. Kemiskinan sejatinya adalah dunia yang tidak dikenalnya..
Karena itulah dalam setiap kunjungan, ia tidak pernah terlihat sekalipun berada di pesawat komersial umum. Jangankan di kelas ekonomi, bahkan juga di kelas bisnisnya. Ia nyaman berada di pesawat jet pribadinya..
Dan disitulah kadang kelucuan itu muncul. Kelucuan yang murni dan tidak dibuat-buat, yang membuat rakyat biasa terkikik melihatnya. Dan berbisik membicarakannya..
Seperti gambar-gambar yang berbicara saat Prabowo turun dari tangga pesawat jet pribadinya ketika ia berkunjung ke satu daerah. Dan ciri khas Prabowo, ia tidak mau disambut dengan cara biasa, harus ada cara yang menunjukkan bahwa ia seorang yang sangat dihormati. Yaitu dengan karpet merah..
Lucunya, karpet merah Prabowo lebih mirip sebuah keset merah yang biasa kita temui di depan pintu kamar mandi bertuliskan “Welcome”. Bagi Prabowo mungkin hal kecil seperti ini tidak terlihat, tapi bagi rakyat biasa dimana di hampir setiap rumah punya keset merah seperti itu, tentu tertawa terbahak-bahak..
Tentu para hulubalang tahu tentang itu karena mereka juga rakyat biasa. Tapi mereka wajib menyediakan karpet merah seandainya Prabowo datang ke tempat mereka. Dan karena karpet merah yang biasanya panjang itu tidak bisa disediakan di bandara, maka keset merahlah sebagai solusinya.
Para hulubalang menutup mata dengan situasi lucu itu, tapi daripada dimaki karena tidak menyambut dengan protokoler yang benar, yah mau bagaimana ? Semua harus sesuai kehendak tuan besar..
Meskipun begitu kita harus banyak berterimakasih pada Prabowo, karena ia sering menyajikan hiburan-hiburan yang membuat kita tersenyum lebar. Seperti saat ia bersujud atas kemenangan fiksinya di Pilpres lalu dan disoraki para hulubalang yang ingin terlihat mendukungnya..
Begitulah orang kaya. Dan kita sebagai orang biasa adalah penikmat pertunjukkannya. Seperti menonton sinetron tanpa mutu yang selalu menonjolkan kemewahan, tetap saja ada juga penonton setianya.
Ah, kadang dunia ini kejam ketika mempermainkan pikiran seseorang. Orang bisa mabuk dan berhalusinasi dibuatnya. Ia bahkan bisa tidak sadar ketika banyak orang mentertawakan keganjilan yang dipertunjukkannya..
Itulah kenapa saya suka dengan secangkir kopi. Pahitnya membangkitkan kewarasan berfikir untuk tetap berjalan seperti biasa. Bahwa pujian-pujian itu sejatinya membunuh seseorang. Menikam semati-matinya..
Seruput dulu ah..
Denny Siregar