Kemenlu dan Kemdikbud Bahas Perlindungan Objek Budaya Indonesia

YOGYKARTA, SULSELEKSPRES.COM – Aset kekal Bangsa Indonesia ada kebudayaan, yang tidak mungkin lekang ditengah krisis apa pun, sehingga tidak heran jika UNESCO melalui pejabatnya menjuluki Indonesia sebagai superpower in the field of culture”, demikian disampaikan Dr. iur. Damos Dumoli Agusman, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional/HPI Kementerian Luar Negeri saat resmi membuka Focus Group Discussion mengenai Pelindungan Cagar Budaya di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Senin (27/8/2018) dilansir dari situs resmi Kementerian Luar Negeri.

Negara yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan 17.000 lebih pulau dan ratusan suku bangsa tentu memiliki kebhinekaan dan sekaligus kekayaan budaya.

“Kini tiba saatnya bagi kita untuk memikirkan apakah kita perlu perlindungan yang efektif atas cagar budaya termasuk objek budaya”, lanjut Damos.

Dirjen Damos, dalam keynote speech, kemudian menjelaskan bahwa semakin banyaknya kasus pencurian atau pengambilan objek budaya dengan tidak sah menimbulkan kesan bahwa ​hal tersebut lazim dilakukan di Tanah Air. Untuk itu, FGD bertujuan untuk merangkum pemikiran dari para pemangku, akademisi dan praktisi kebudayaan mengenai perlu tidaknya ratifikasi Konvensi UNESCO 1970 (Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export and Transfer of Ownership of Cultural Property) dan Konvensi UNIDROIT 1995 (Convention on Stolen or Illegally Exported Cultural Objects). Ditegaskan bahwa ratifikasi ke-2 Konvensi bukan merupakan panacea tetapi langkah awal sikap Indonesia yang tegas dalam menegakkan hukum pelindungan cagar budaya.

Dr Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyampaikan langkah-langkah kongkrit yang telah dilakukan oleh Kemendikbud dalam rangka pelindungan cagar budaya, termasuk melalui Undang-undang Nomor 11/2010 tentang Cagar Budaya dan Undang-undang Nomor 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dirjen Hilmar tekankan bahwa pencurian objek budaya benda adalah tindakan melanggar hukum di Indonesia. Terkait ratifikasi/aksesi kedua Konvensi, disampaikan perlunya analisa mendalam sebelum proses ratifikasi dilakukan, namun demikian diakui adanya animo masyarakat yang tinggi dalam penanganan isu cagar budaya.

Lefianna Hartati Ferdinandus, Direktur Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya Kementerian Luar Negeri, mengungkapkan bahwa FGD ini merupakan inisiatif Kementerian Luar Negeri dalam menyikapi berbagai masalah hukum yang pelik terkait pelindungan cagar budaya. FGD diharapkan menghasilkan suatu pemahaman bersama mengenai tidak hanya pelindungan cagar budaya yang efektif sesuai hukum internasional dan nasional yang berlaku, tetapi juga perumusan standar prosedur penanganan pengembalian cagar budaya yang dicuri atau diambil tidak sah merupakan hal yang perlu dianalisa secara mendalam dan melibatkan berbagai akademisi.

FGD pertama yang menampilkan dua Direktur Jenderal yaitu Direktur Jenderal HPI dan Direktur Jenderal Kebudayaan guna menangani isu cagar budaya secara bersama telah menghadirkan Direktur Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya Kemlu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Linda Yanti Sulistiawati, SH, MSc, PhD (Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada) dan Dr Daud Aris (Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada). Pertemuan dihadiri oleh wakil-wakil dari Kementerian/Lembaga terkait dan para pakar bidang kebudayaan dari berbagai universitas ternama di Tanah Air.