30 C
Makassar
Friday, March 29, 2024
HomeHukrimLBH Makassar: Pengadaan Tanah Bendungan Passeloran Tertutup dan Tidak Partisipatif

LBH Makassar: Pengadaan Tanah Bendungan Passeloran Tertutup dan Tidak Partisipatif

- Advertisement -
- Advertisement -

SULSELEKSPRES.COM – Megaproyek Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo telah diresmikan presiden, yang merupakan proyek strategis nasional, dinilai Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, masih menyisakan masalah.

Menurut Ady Anugrah, Advokat Publik LBH Makassar, masih terdapat lahan masyarakat yang belum diganti rugi, subjek penerima ganti rugi yang salah sasaran, dan ketidakjelasan objek-objek pengadaan tanah sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat. Dia meminta BPN Wajo harus membuka peta lokasi pengadaan tanah dan peta bidang tanah yang berisi daftar bidang tanah, daftar nominatif dan administrasi hasil identifikasi dan inventarisasi untuk pengadaan tanah sehingga proses pengadaan tanah ini bisa berjalan transparan, partisipatif dan akuntabel.

“Kami melihat proses pengadaan tanah ini dilakukan secara tertutup dan tidak partisipatif. Akibatnya, proses pengadaan tanah ini menuai banyak persoalan, banyak masyarakat yang protes karena proses ganti rugi lahan bermasalah. Olehnya itu, kami menantang BPN Wajo membuka peta lokasi pengadaan tanah, peta bidang tanah, menjelaskan objek mana saja yang masuk pembebasan dan siapa subjeknya sehingga semua menjadi terang dan jelas,” ungkap Cappa-sapaan akrab Ady Anugrah Pratama, melalui rilisnya.

Lebih lanjut, Cappa menyebutkan, secara teknis tata kerja Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah harus mengacu pada Undang-undang No 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pasal 2 UU No 2/2012 memuat bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, keterbukaan dan keikutsertaan.

Lebih lanjut, pengadaan tanah untuk kepentingan umum juga diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang No 19/2021 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 19/2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Dalam Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang tersebut menyebutkan bahwa ketua pelaksanaan pengadaan tanah membentuk Satgas pelaksana Pengadaan Tanah meliputi Satgas A yang membidangi pengumpulan data fisik objek pengadaan tanah berupa Survei, Pengukuran dan Pemetaan dan Satgas B yang membidangi pengumpulan data yuridis objek pengadaan tanah berupa nama pemilik hak, bukti penguasaan dan data tanaman atau bangunan di atas tanah. Selanjutnya dalam pasal 104-106 memuat bahwa hasil inventarisasi dan identifikasi berupa peta bidang tanah dan daftar nominatif diserahkan ketua Satgas kepada ketua panitia Pengadaan Tanah dengan berita acara hasil inventarisasi dan identifikasi yang dijadikan dasar pemberian ganti kerugian.

BACA JUGA :  2 Petani Polman Dikriminalisasi, LBH Makassar-Aliansi Tuntut Penghentian Perkara

“Hasil inventarisasi dan identifikasi tersebut nantinya diumumkan di Kantor Kelurahan/Desa, Kantor Kecamatan atau lokasi dekat pembangunan dan apabila pihak yang berhak keberatan atas hasil tersebut maka panitia pengadaan tanah melakukan verifikasi dan perbaikan kembali atas objek lahan yang akan dibebaskan. Namun, setelah dilakukan pengukuran tanah warga oleh Satgas Pengadaan Tanah pada tahun 2015, panitia pengadaan tanah tidak memberikan penjelasan kepada Sebagian besar warga atas status tanah miliknya. Sehingga banyak warga yang hingga saat ini masih melakukan aksi protes atas pembangunan Bendungan Paselloreng,” papar Cappa.

Masyarakat mempertanyakan kejelasan objek dan subjek penerima ganti rugi. Namun, BPN Wajo masih belum membuka peta lokasi pengadaan tanah dan peta bidang tanah. Harusnya, dengan selesainya peresmian bandungan ini, sudah tidak ada lagi permasalahan yang muncul. Tapi, kenyataanya, justru muncul banyak persoalan. Seandainya proses pengadaan ini dilakukan secara terbuka dan partisipatif, mungkin protes masyarakat yang merasa dirugikan tidak akan muncul.

“Tahapan pelaksanaan pengadaan tanah seharusnya dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditetapkan dalam UU dan peraturan turunannya. tindakan Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah BPN Wajo yang tidak transparan kepada warga terdampak pembangunan bendungan berpotensi adanya penyalahgunaan wewenang yang berlanjut pada perbuatan korupsi karena merugikan keuangan negara akibat pembayaran ganti rugi lahan kepada orang lain yang bukan pemilik lahan sebenarnya,” tambah Hutomo dari LBH Makassar.

Masyarakat mengeluhkan proses pengadaan tanah yang tertutup. Lahan mereka telah dilakukan pengukuran oleh panitia pengadaan tanah tapi hingga kini belum mendapat kejelasan atas status lahan tersebut. Sementara saat turun hujan, air bendungan meluap hingga ke lahan sawah milik mereka sehingga menimbulkan gagal panen. Mereka telah berupaya meminta kejelasan ke BPN Wajo namun masyarakat tidak diberi penjelasan yang cukup.

BACA JUGA :  LBH Makassar Kecam Sikap Bebal Hukum Rektor Universitas Islam Makassar

Menanggapi hal tersebut, Hardiansyah, Plh Kasi Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kantor Pertanahan Wajo
mengatakan, setiap proses pengadaan tanah dilakukan secara sistematis berdasar ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sehingga keliru anggapan jika proses yang dilaksanakan tidak akuntabel, transparan dan partisipatif. Perlu kami tegaskan setiap tahapan kegiatan melibatkan multi stakeholder, setelah itu hasilnya diumumkan secara terbuka,” Jelas Hardiansyah yang juga Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran.

spot_img

Headline

Populer