25 C
Makassar
Thursday, April 17, 2025
HomeNasionalPandemi Terkendali, Satgas Covid-19: Bukan Alasan Jadi Euforia

Pandemi Terkendali, Satgas Covid-19: Bukan Alasan Jadi Euforia

- Advertisement -

JAKARTA, SULSELEKSPRES.COM – Kasus positif Covid-19 di Indonesia, saat ini terus menurun, setelah pada Juli lalu mengalami lonjakan. Namun, hal ini bukan alasan untuk lengah dari Prokes Covid-19.

Juru Bicara Satgas Penangnanan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito mengatakan Prokes harus tetap dijalankan semua pihak, agar terhindar dari lonjakan ketiga akibat aktivitas masyarakat yang berangsur normal. Untuk mencegahnya, Indonesia terus belajar dari pengalaman keberhasilan penanganan beberapa negara yang secara cepat mengatasi lonjakan kedua dan ketiga, seperti India, Jepang, Vitnam dan Turki.

“Kecepatan dan ketepatan penanganan COVID-19 yang dilakukan oleh sebuah negara mengindikasikan ketahanan sistem kesehatannya, serta kemampuan adaptasi seluruh lapisan masyarakatnya terhadap permasalahan kesehatan,” Wiku memberi Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19, Kamis (7/10/2021) yang juga disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, dilansir dari situs resmi Satgas Covid-19.

Seperti di India, kenaikan kasus lonjakan kedua akibat euforia keberhasilan negara menurunkan kasus di lonjakan pertama. Sehingga masyarakat cenderung merasa aman dan kembali beraktivitas tanpa menerapkan protokol kesehatan, terutama kegiatan agama dan politik.

“Karena euforia ini pula, laju vaksinasi cenderung menurun dibandingkan saat lonjakan kasus pertama. Langkah penanganannya dengan meningkatkan testing, kembali menerapkan wajib masker, menggencarkan vaksinasi, dan menerapkan lockdown,” lanjut, Wiku.

Sementara di Jepang, lonjakan kasus ketiga paska Olympic Games 2021. Meskipun telah menerapkan protokol kesehatan ketat, namun tidak mengubah kebiasaan masyarakat menjadi lebih sering berkumpul, berpesta dan nonton bareng pertandingan olimpiade di restoran, kedai atau bar. Ditambah cakupan vaksinasi juga rendah.

“Jepang berhasil menurunkan kasus setelah menerapkan emergency lockdown tingkat nasional, meningkatkan cakupan vaksin dan testing,” masih kata Wiku.

Untuk di Vietnam, rendahnya kasus di tahun 2020 dan 2021 awal menyebabkan euforia masyarakat yang berasumsi negaranya berhasil mengeradikasi COVID-19. Kembali normalnya aktivitas masyarakat mempercepat penularan varian delta dan munculnya beragam klaster, salah satunya klaster keagamaan. Euforia ini juga menyebabkan rendahnya cakupan vaksinasi, yaitu hanya sebesar 1,9%. “Untuk menghadapinya, Vietnam melakukan upaya lockdown ketat, pelaksanaan testing massal dan pengerahan tentara nasional dalam pelaksanaannya,” sambung Wiku.

Sedikit berbeda, lonjakan di Turki karena tradisi keagamaan, seperti berkumpul serta mengunjungi keluarga. Hal ini  meningkatkan potensi penularan varian delta ditengah masyarakat. Faktor pendukung lainnya, dibukanya akses bagi turis internasional yang tidak dibarengi skrining ketat pelaku perjalanan, kewajiban karantina, dan penerapan protokol kesehatan ketat. “Turki menghadapinya dengan himbauan masif pelaksanaan protokol kesehatan, dan meningkatkan cakupan vaksinasi. Lockdown tidak diberlakukan dan kegiatan masyarakat berlangsung seperti biasanya,” jelas Wiku.

Sementara di Indonesia sendiri, lonjakan kasus terjadi pasca liburan Idul Fitri dampak mobilisasi masyarakat meningkat serta kegiatan berkumpul dan mengunjungi keluarga. Kegiatan seperti ini memberi ruang penyebaran varian delta di tengah masyarakat. Menghadapi ini, Indonesia bergerak cepat menerapkan kebijakan berlapis.

Sekadar diketahui, beberapa hal yang harus dijalankan untuk menekan jumlah kasus kembali melonjak, yakni menerapkan 5M (Mencuci tangan, Menjaga jarak, Memakai masker, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas di luar rumah) dan juga vaksin, yang saat ini terus digelar oleh pemerintah.

 

spot_img
spot_img

Headline

spot_img