29 C
Makassar
Friday, April 19, 2024
HomeNasionalPresiden ke Natuna, DPR RI Dukung Mobilitasi Nelayan di Laut Natuna

Presiden ke Natuna, DPR RI Dukung Mobilitasi Nelayan di Laut Natuna

- Advertisement -

SULSELEKSPRES.COM – Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, merupakan sinyal keseriusan pemerintah di tengah ketegangan dengan China. Sejauh ini kapal-kapal Coast Guard China masih bertahan di perairan Natuna Utara.

“[Kehadiran Jokowi] ini kan menjadi simbol negara. bahwa negara betul-betul hadir, dan negara dalam hal ini pemimpin tertinggi kita, terutama pemimpin tertinggi di bidang pertahanan negara, itu hadir,” kata Pramono dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (8/1).

Pramono yakin, langkah Jokowi ke ‘TKP’ akan mendapat dukungan dari rakyat Indonesia dalam menghadapi polemik dengan China.

“Sehingga dengan demikian, apa yang dilakukan presiden tentunya, saya yakin seluruh rakyat Indonesia akan memberikan dukungan sepenuhnya,” ujarnya menambahkan.

Politikus PDI Perjuangan itu menyatakan perairan Natuna memang sangat kaya dengan ikan. Terlebih banyak ikan jenis tertentu yang hanya terdapat di Natuna. Oleh karena itu, kata Pramono, pemerintah terus melanjutkan program mengirim nelayan ke wilayah Jawa.

Sementara, anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono mendukung langkah Pemerintah, dalam hal ini Menkopolhukam yang mendorong mobilisasi 120 kapal perikanan nelayan asal Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa untuk beroperasi di perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau. Hal ini dimaksudkan sebagai respons masuknya kapal-kapal China yang masuk ke perairan Natuna.

Politisi PDI-Perjuangan itu menyebutkan, hukum laut internasional sebagaimana diatur UNCLOS 1982 memberikan hak eklopitasi dan eksplorasi atas sumber daya alam kepada Indonesia atas wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna. Sehingga keberadaan nelayan dianggap penting dalam memperkuat dan menjaga kedaulatan di perairan tersebut.

Meskipun demikian, di Pasal 68 UNCLOS disebutkan bahwa negara lain dapat memanfaatkan sumber daya alam di perairan tersebut, terutama ikan, bila Indonesia dianggap tidak mampu mengeksplorasi seluruh sumber daya ikan sesuai hitungan yang boleh ditangkap.

“Saat ini Indonesia boleh dianggap tidak mampu memanfaatkan sumber daya ikan di ZEE karena turunnya kapasitas kapal perikanan pasca kebijakan dicabutnya izin kapal perikanan skala besar, dilarangnya transhipment di tengah laut dan pembatasan kapasitas kapal ikan maskimal 150 grosston serta belum ada pelabuhan perikanan yang terdekat,” ujar Ono dalam rilisnya dlansir Parlementaria, Selasa (7/1/2020).

Legislator dapil Jawa Barat VIII itu menyoroti bahwa keberadaan pelabuhan di Natuna amatlah penting guna menampung kapal dan hasil tangkapannya. Jadi, menurutnya, Indonesia itu ibarat rumah, tetapi tidak berpenghuni sehingga maling sangat leluasa mencuri isinya.

Ia mengakui bahwa kapal nelayan yang ingin beroperasi di Natuna juga tak mudah, karena akan beroperasi di atas 25 mil sampai 200 mil sebagaimana ketentuan ZEE. Sehingga diperlukan kapal skala besar dan waktu yang lama, serta pelabuhan perikanan yang dapat menampung kapal beserta hasil tangkapannya.

BACA: TNI Siaga Tempur di Natuna, China Sampaikan Sinyal Perdamaian

Sehingga perlu ada upaya perubahan peraturan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ono mencatat ada empat poin yang harus disegerakan perubahan. Pertama, mengizinkan kembali kapal-kapal perikanan besar yang dahulu izinnya dicabut dengan tetap mengacu pada prinsip milik dan modal murni Indonesia.

Kedua, mencabut pelarangan pembangunan kapal perikanan maksimal 150 grosston. Ketiga, memperbanyak kapal pengangkut ikan dan membolehkan untuk melakukan transhipment ditengah laut dengan pengawasan yang ketat. Dan keempat, pembenahan Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna untuk bisa beroperasi menampung kapal dan hasil tangkapan secara maksimal.

Bila rencana itu dapat dilakukan, maka pengamanan kedaulatan di wilayah perairan bukan saja mengandalkan TNI Angkatan Lauu (AL), Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan aparat penegak hukum di laut lainnya, tetapi armada kapal perikanan Indonesia juga dapat menjadi penjaga kedaulatan Indonesia.

spot_img

Headline

Populer

spot_img