33 C
Makassar
Wednesday, October 9, 2024
HomeRagamProfesor Ini Klaim Bayi Hasil Rekayasa Genetik Ciptaannya Kebal HIV

Profesor Ini Klaim Bayi Hasil Rekayasa Genetik Ciptaannya Kebal HIV

- Advertisement -

SULSELEKSPRES.COM – Ilmuwan dari Tiongkok, Profesor He Jiankui dari Southern University of Science and Technology (SUST) di kota Shenzhen melakukan sebuah prosedur medis yang sangat kontroversial dengan menciptakan bayi rekayasa genetik.

Bayi ini diklaim kebal dari penyakit HIV. Meskipun terlihat seperti sesuatu yang hebat, banyak orang yang menganggap penelitian ini sebagai sebuah pelanggaran serius, khususnya dalam hal etika.

BACA: Ciuman Bisa Tularkan HIV/AIDS?

Profesor He dilansir dari laman doktersehat, Selasa (28/11/2018) menyebutkan, bahwa bayi kembar ini memiliki nama Lulu dan Nana. DNA dari kedua bayi kembar ini telah diubah dengan metode CRISPR. Setelah melakukan penyesuaian genetik, kedua bayi ini dikabarkan tidak akan mudah terjangkit HIV. Bahkan, Profesor He juga menyebut ayah dari kedua bayi ini sebenarnya positif HIV.

Sebenarnya, kedua orang tua dari bayi rekayasa genetik yang kembar ini tidak berniat untuk memiliki bayi dengan kondisi genetik yang telah dimanipulasi. Hanya saja, keduanya juga tidak ingin sang anak memiliki penyakit sebagaimana yang dimiliki oleh orang tuanya.

BACA: Ibu Rumah Tangga Lebih Rentan Terinfeksi HIV Daripada PSK?

“Sebenarnya saya hanya memenuhi keinginan orang tua dari bayi kembar ini. Memang, pekerjaan saya ini sangat kontroversial, namun saya percaya jika ada keluarga yang membutuhkan teknologi ini. Saya bersedia untuk bertanggung jawab dan menerima semua kritik terkait hal ini, tapi saya percaya hal ini akan berguna bagi dunia medis di masa depan,” terang Profesor He melalui kanal YouTube.

Pelanggaran Serius

Setelah Profesor He merilis video tentang kelahiran bayi kembar ini, universitas SUST tempat ia bekerja justru segera melakukan investigasi. Berdasarkan rilis resmi dari universitas, apa yang dilakukan Profesor He dianggap sebagai “pelanggaran serius bagi etika dan standar akademik,” bahkan, pihak universitas juga memposisikan Profesor He dalam kondisi cuti tanpa digaji sejak Februari 2018 lalu.

BACA: KPA Catat Penderita HIV AIDS di Makassar 9.032 Orang

Tak hanya pihak universitas, pencipta metode CRISPR dari Amerika Serikat Jennifer Doudna juga ikut-ikutan mengajukan protes. Menurut Doudna, Profesor He telah melakukan melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh komunitas sains tentang penggunaan metode ini.

Memicu perdebatan

Di Amerika Serikat, prosedur rekayasa genetik pada bayi dibatasi dengan ketat dan bahkan dikabarkan hanya bisa dilakukan di laboratorium saja. Sementara itu, di Tiongkok, prosedur kloning manusia memang dilarang namun prosedur rekayasa genetik masih diperbolehkan.

“Teknologi ini bisa memberikan masalah dari segi etika mengingat perubahan pada embrio akan diturunkan pada generasi berikutnya. Bisa jadi, garis keturunan dari orang yang memiliki rekayasa genetik ini juga akan terdampak,” tulis Technology Review of Massachussetts Institute of Technology (MIT).

BACA: KPA Makassar Ajak Pencegahan dan Penanggulangan HIV AIDS

Sementara itu, Profesor Nicholas Evans dari University of Massachussets Lowell menyebut tindakan Profesor He yang mempublikasikan hasil percobaannya sebagai sesuatu yang melanggar norma-norma masyarakat.

“Rekayasa genetika pada embrio memang sudah sering dibicarakan para ahli. Sebenarnya, tujuannya memang baik, yakni anak-anak bisa dibuat untuk kebal pada sebuah penyakit, namun bisa jadi hal ini juga bisa memberikan efek berbahaya,” ungkap Profesor Evans.

David Baltimore, seorang pakar di bidang biologi yang akan segera menyelenggarakan konferensi internasional yang membahas rekayasa genetika di Hong Kong menyebut hasil percobaan yang dilakukan Profesor He yaitu bayi rekayasa genetik akan segera dibahas demi menentukan apakah yang dilakukannya sebenarnya benar atau salah.

“Sebenarnya, kami belum pernah melakukan sesuatu yang bertujuan untuk mengubah seluruh gen umat manusia. Kita juga belum pernah melakukan sesuatu yang bisa memberikan dampak bagi generasi berikutnya. Apa yang dilakukan Profesor He telah mengubah hal ini sehingga kami harus membahasnya,” ungkap Baltimore.

spot_img
spot_img

Headline

spot_img