30 C
Makassar
Monday, March 24, 2025
HomeMutiara HikmahPUASA, BUKAN SEKADAR TIDAK MAKAN DAN MINUM

PUASA, BUKAN SEKADAR TIDAK MAKAN DAN MINUM

- Advertisement -

Mutiara Ramadhan (2)

Hadi Daeng Mapuna
(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar)

Salah satu amalan yang paling utama di bulan Ramadhan adalah puasa. Selain memiliki keutamaan, puasa juga merupakan kewajiban bagi umat Islam yang harus dilaksanakan selama bulan Ramadhan sebulan penuh. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt.:

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Ayat ini diturunkan pada tahun kedua Hijriyah, tepatnya pada hari Senin, 10 Sya’ban. Sejak saat itu, Rasulullah saw. bersama para sahabat dan umat Islam pertama kali menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, umat Islam sudah terbiasa berpuasa pada hari-hari tertentu, seperti puasa ‘Asyura.

Dalam bahasa Arab, puasa disebut shaum atau shiyam, yang berarti “menahan diri.” Secara terminologi syariat, puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya, seperti makan, minum, dan berhubungan suami istri, dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan niat karena Allah. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:

“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Bukan Sekadar Tidak Makan dan Minum

Ibadah puasa memiliki keistimewaan di sisi Allah Swt. Barang siapa yang menjalankannya dengan baik, maka akan mendapatkan pahala yang tak terhingga. Sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi:

“Puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun, apakah setiap orang yang berpuasa akan otomatis mendapatkan pahala besar hanya karena tidak makan, minum, dan berhubungan suami istri? Tentu tidak. Pahala yang berlimpah dijanjikan kepada mereka yang tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari segala hal yang dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan nilai puasa. Puasa yang sempurna adalah puasa yang disertai dengan menjaga lisan, tangan, dan seluruh anggota tubuh dari perbuatan yang menyakiti orang lain.

Dalam hadis Rasulullah saw., disebutkan:

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak membutuhkan ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengingatkan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga harus diiringi dengan meninggalkan perbuatan maksiat, seperti fitnah, gibah, dan perkataan sia-sia. Tidak ada artinya seseorang berpuasa jika lisannya penuh dengan kebohongan, amarah, dan menyakiti hati orang lain. Jika hal itu terjadi, maka yang didapatkan hanyalah lapar dan haus semata.

Maka dari itu, mari kita maknai puasa sebagai sarana penyucian diri secara lahir dan batin. Selain menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, kita juga harus menjaga hati, lisan, dan perbuatan agar puasa kita benar-benar bermakna dan diterima oleh Allah Swt. Semoga Ramadhan kali ini menjadi momen untuk meningkatkan kualitas ibadah dan ketakwaan kita. Wallahu a’lam.[*]

spot_img
spot_img

Headline

spot_img