JAKARTA, SULSELEKSPRES.COM – Pembentukan Kabupaten Buton Selatan telah mulai dibahas di Mahkamah Konstitusi dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 terkait dengan Pembentukan Kabupaten Buton Selatan di Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan, di Ruang Sidang MK, Kamis (29/3/2018)
Dalam siaran persnya, MK menjelaskan, permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 24/PUU-XVI/2018 ini diajukan oleh Bupati Kepulauan Selayar, Muh. Basli Ali, dengan diwakili oleh kuasa hukumnya, Andi Lilling, S.H., dkk.
BACA:Â Mengenali Eksotisme Area Wisata Kete Kesu Toraja
Dalam sidang yang bergulir, pemohon mengajukan pengujian undang-undang terhadap lampiran UU a quo yang memuat peta wilayah dan penjelasan UU a quo yang menyatakan bahwa keseluruhan luas wilayah Kabupaten Buton Selatan adalah kurang lebih 509,92 km2.
Selain itu, permohonan uji materi ini dilatarbelakangi oleh status Pulau Kakabia yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Buton Selatan berdasarkan UU Pembentukan Kabupaten Buton Selatan.
Sedang menurut Pemohon, Pulau Kakabia merupakan wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar.
“Hal ini didasarkan pada pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Kakabia. Pemohon menegaskan dalam permohonannya bahwa peraturan menteri dalam negeri tersebut masih sah berlaku dan belum dicabut,”jelas Andi Lilling.
Sementara itu, berdasarkan pasal 3 ayat (2) dan pasal 5 ayat (2) UU Pembentukan Kabupaten Buton Selatan, batas-batas wilayah Kabupaten Buton Selatan mengacu pada peta
wilayah yang menjadi lampiran UU a quo.
“Peta wilayah pada lampiran tersebut memasukan Pulau Kakabia sebagai bagian wilayah Kabupaten Buton Selatan, yang dalam peta wilayah diberi nama Pulau Kawi-Kawi,” imbuhnya.
Selain itu, Penjelasan UU a quo menyatakan bahwa luas keseluruhan wilayah Kabupaten Buton Selatan adalah 509,92 km2, Luas wilayah tersebut mencakup juga Pulau Kawi-Kawi/Kakabia.
Beradasarkan hal tersebut, pemohon merasa kewenangan konstitusionalnya selaku penyelenggara Pemerintah Daerah telah dilanggar. Oleh karenannya dalam petitumnya, Pemohon meminta Majelis Hakim MK untuk menyatakan ketentuan tersebut bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat.
Penulis : Agus Mawan