
Terakhir, mereka bertemu pada 29 Agustus 2018 lalu, dan membahas soal pemberhentian aktivitas tambang yang dinilai merugikan masyarakat di empat desa dan dua kecamatan tersebut. Namun, penambangan tetap berjalan hingga saat ini.
Olehnya itu, bersama dengan Walhi dan PBHI serta seluruh masyarakat di empat desa dan dua kecamatan itu memutuskan untuk melaporkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh 7 perusahaan tambang tersebut ke Mapolda Sulsel.
BACA JUGA:
Warga Desa Kupa Resah dengan Aktivitas Tambang Pasir
19 Rumah Nelayan Rusak, ASP Minta Tambang Pasir Di Takalar Dihentikan
Kadir Halid Sebut Aktivitas Tambang Pasir Untuk CPI Ilegal
Meminta kepada Polda Sumsel untuk melakukan penegakan hukum lingkungan atas pengerusakan lingkungan di Sungai Bila, Desa Bila Riase, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidrap.
Melakukan penindakan terhadap 7 pemilik tambang yang telah menambang dan melakukan pengerusakan lingkungan serta merusak lahan perkebunan masyarakat di Sungai Bila dan Menjerat pidana para pemilik tambang atas perbuatannya merusak lingkungan, sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Mereka Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, dan Permen Lingkungan Hidup No 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan,” jelas Divisi Advokasi Walhi, Abd. Kadir.