Banyak Sekolah Terapkan “Full Day School” karena Gengsi

PPP berharap agar peraturan presiden yang tengah dirancang Presiden Joko Widodo, bisa membatalkan aturan 8 jam sekolah yang ada dalam Permendikbud.

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan membuka posko pengaduan full day school, Kamis (3/8/2017).(KOMPAS.com)

JAKARTA– Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan ( PPP) Reni Marlinawati mengatakan, banyak sekolah yang terpaksa menerapkan sistem Full Day School atau sekolah 8 jam.

Meski pemerintah tidak memaksa penerapan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017, banyak sekolah terpaksa tetap menerapkan aturan tersebut karena gengsi. Menurut dia, ada sekolah yang belum siap dengan aturan itu.

“Sekolah itu punya gengsi sendiri. Tidak ada bagi kepala sekolah, ‘Enggak usah dulu deh, kita kan belum siap’. Mereka harus memperlihatkan, karena itu prestise di mata masyarakat, di mata pejabat di atasnya,” kata Reni, dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/8/2017).

Oleh karena itu, PPP berharap agar peraturan presiden yang tengah dirancang Presiden Joko Widodo, bisa membatalkan aturan 8 jam sekolah yang ada dalam Permendikbud.

“Perpres tidak boleh hanya copy paste dari Permendikbud yang sudah ada,” tambah Wakil Ketua Umum PPP Arwani Thomafi.

Reni mengaku sudah menerima berbagai aduan dari masyarakat.

Warga Sukabumi, misalnya, mengadu kepada Reni bahwa anaknya yang duduk di Sekolah Dasar harus mulai bangun pukul 04.30 WIB.

Pukul 05.30 WIB, anaknya sudah harus berangkat ke sekolah dan baru bisa pulang pukul 17.30 WIB.

“Berangkat masih ngantuk, pulangnya ngantuk juga. Berangkat dibopong, pulang dibopong. Sampai rumah langsung mandi, tidur lagi karena harus bangun pagi,” kata dia.

“Praktis, setelah full day school tidak bisa lagi bercengkrama dengan anaknya,” kata anggota Komisi X DPR ini.

Dalam jumpa pers tersebut, Fraksi PPP turut menghadirkan anggota DPRD dari Kabupaten Rembang, Zainul Umam.

Zainul mengatakan, setidaknya ada dua SMA yang menerapkan sistem sekolah 8 jam sebagaimana yang diatur dalam Kemendikbud, yakni SMA 1 Rembang dan SMA 1 Kragan.

Menurut dia, sekolah 8 jam tersebut mengganggu aktivitas sekolah madrasah diniyah dan pesantren.

“Orangtua protes, anak kecapekan enggak ikut kegiatan di pesantren. Pulang sampai pesantren, sampai pondok saya itu, jam 5. Padahal sebelumnya jam 1 sampai pondok, jam setengah 2 bisa ikut kegiatan di pesantren,” ujar Zaimul.

Selain itu, kata dia, siswa juga kesulitan mencari transportasi jika harus pulang di sore hari. Uang saku untuk anak sekolah juga otomatis meningkat.

“Anak-anak untuk interaksi sosial dengan masyakat, dengan orang tua juga jadi tidak bisa. Biasanya kalau di desa, anak banyak bantu orang tuanya,” ujar dia.

Untuk menindaklanjuti aduan yang masuk, PPP pun membuka posko pengaduan Full Day School.

Masyarakat bisa menyampaikan aduan melalui telepon, SMS atau WhatsApp ke nomor 081297551116.

Selain itu, aduan juga bisa disampaikan ke Facebook Pengaduan FDS PPP, Twitter @pengaduan_fds, dan email fppp.pengaduan.fds@gmail.com.

“Hasil posko ini akan jadi rekomendasi resmi yang akan kami sampaikan ke pemerintah. Baik ke Kemendikbud atau pun ke Presiden,” ujar Reni.