“Namun di hari ke 3 saya berangkat ke Jakarta dan Bandung, di ITB bersama mahasiswa ITB turun aksi solidaritas yg diadakan serentak seluruh kampus di Indonesia,” ungkap Nur saat dihubungi via Whatsapp, Selasa (24/4/2018).
“Jadi (saat) peristiwa berdarahnya pada tanggal 24 saya tidak di Makassar,” sambung Khaerat yang kini tengah menjabat sebagai Deputi Rektor III bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Fajar (Unifa).
Sementara itu, Ketua I Senat Mahasiswa Fakultas Teknik UMI kala itu, Agus Baldhie mengaku, beberapa hari sebelum peristiwa berdarah pecah, dirinya bersama pengurus lembaga kemahasiswaan kala itu diikutkan program KKN di Kabupaten Barru.
“Entah linear dengan rencana kerusuhan atau tidak, yang pasti seluruh pengurus lembaga di minta oleh pihak kampus untuk pergi KKN,” ujarnya melalui pesan instan via Whatsapp, Selasa (24/4/2018).
“Termasuk saya yang semestinya tidak berangkat tapi disuruh daftar KKN dan harus berangkat, yang pasti disaat itu, kami pengurus lembaga se-UMI tidak berada dikampus, saat kerusuhan yang berakhir penyerbuan aparat masuk kekampus,” sambngnya.
Saat mendapat kabar di kampusnya yang sedang terjadi peristiwa berdarah (belakangan diberi nama Amarah/April Makassar Berdarah), Baldhie pulang ke Makassar keesokan harinya.
Setibanya, Baldhie bersama mahasiswa lainnya menggelar konsolidasi, guna melakukan inventarisir kerusakan, pendataan korban serta mengumpulkan kesaksian mahasiswa untuk menyusun kronologis kejadian.