28 C
Makassar
Saturday, July 27, 2024
HomeHukrimHari Anti Korupsi, ACC Sulawesi Soroti Banyak Kasus Mandek

Hari Anti Korupsi, ACC Sulawesi Soroti Banyak Kasus Mandek

PenulisAndika
- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM -Wakil Ketua Internal Lembaga Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Anggareksa menyoroti lemahnya pemberantasan tindak korupsi di Sulawesi Selatan (Sulsel).

Di momentum Hari Anti Korupsi yang jatuh pada 9 Desember 2022 ini, Anggareksa mengungkapkan catatan akhir tahun ACC dalam lima tahun terakhir menunjukkan lemahnya pemberantasan korupsi oleh aparat penegak hukum (APH).

Ratusan kasus mandek di beberapa instansi penegak hukum di Sulawesi Selatan. Kasus-kasus korupsi itu terhenti di Kepolisian Resor Kota Besar Makassar, Kejaksaan Negeri Makassar, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

“Tidak ada semangat pemberantasan korupsi oleh APH itu,” ujar Angga.

Kasus mandek tersebut bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi.

Pertama, kata dia, banyaknya penanganan kasus mandek yang ditangani oleh APH. Kedua, bila ada kasus yang diselesaikan itupun waktunya lama sekali, butuh bertahun-tahun.

Padahal, kata Angga, korupsi diklasifikasikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) lantaran punya dampak yang luar biasa terhadap masyarakat. Sebab itu, ia meminta APH serius mengusut kasus korupsi.

Hanya saja yang terjadi malah sebaliknya, koruptor justru mendapat hak istimewa (privilege) dari APH. Ketika mengembalikan uang negara maka tindak pidananya tak diproses.

Padahal, Pasal 4 UU Tipikor menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.

Bila dibandingkan dengan tindak pidana lain, seperti perampokan dan pencurian, saat barang yang hilang sudah didapat atau dikembalikan, APH tetap melakukan pengusutan.

“Faktanya jika dibandingkan dengan kasus pencurian biasa itu lebih berat dibandingkan hukuman koruptor. Misalnya, kasus perampokan, pencuri ayam, itu hukumannya lebih berat dari koruptor hari ini,” tuturnya.

Hal ini merupakan fenomena aneh dalam semangat pemberantasan korupsi. Di sisi lain, ia menyoroti KUHP baru lantaran banyak pasal-pasal bermasalah. Hal ini bertentangan dengan semangat anti korupsi dan demokrasi.

“Demokrasi kita berjalan mundur, jauh lebih buruk dari era Soeharto,” pungkasnya.

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM -Wakil Ketua Internal Lembaga Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Anggareksa menyoroti lemahnya pemberantasan tindak korupsi di Sulawesi Selatan (Sulsel).

Di momentum Hari Anti Korupsi yang jatuh pada 9 Desember 2022 ini, Anggareksa mengungkapkan catatan akhir tahun ACC dalam lima tahun terakhir menunjukkan lemahnya pemberantasan korupsi oleh aparat penegak hukum (APH).

Ratusan kasus mandek di beberapa instansi penegak hukum di Sulawesi Selatan. Kasus-kasus korupsi itu terhenti di Kepolisian Resor Kota Besar Makassar, Kejaksaan Negeri Makassar, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

“Tidak ada semangat pemberantasan korupsi oleh APH itu,” ujar Angga.

Kasus mandek tersebut bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi.

Pertama, kata dia, banyaknya penanganan kasus mandek yang ditangani oleh APH. Kedua, bila ada kasus yang diselesaikan itupun waktunya lama sekali, butuh bertahun-tahun.

Padahal, kata Angga, korupsi diklasifikasikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) lantaran punya dampak yang luar biasa terhadap masyarakat. Sebab itu, ia meminta APH serius mengusut kasus korupsi.

Hanya saja yang terjadi malah sebaliknya, koruptor justru mendapat hak istimewa (privilege) dari APH. Ketika mengembalikan uang negara maka tindak pidananya tak diproses.

Padahal, Pasal 4 UU Tipikor menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.

Bila dibandingkan dengan tindak pidana lain, seperti perampokan dan pencurian, saat barang yang hilang sudah didapat atau dikembalikan, APH tetap melakukan pengusutan.

“Faktanya jika dibandingkan dengan kasus pencurian biasa itu lebih berat dibandingkan hukuman koruptor. Misalnya, kasus perampokan, pencuri ayam, itu hukumannya lebih berat dari koruptor hari ini,” tuturnya.

Hal ini merupakan fenomena aneh dalam semangat pemberantasan korupsi. Di sisi lain, ia menyoroti KUHP baru lantaran banyak pasal-pasal bermasalah. Hal ini bertentangan dengan semangat anti korupsi dan demokrasi.

“Demokrasi kita berjalan mundur, jauh lebih buruk dari era Soeharto,” pungkasnya.

spot_img
spot_img
spot_img

Headline

Populer

spot_img