MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Sengketa lokasi eks Hak Guna Usaha (HGU) PT. PN XIV Maroangin dengan warga Kecamatan Maiwa dimulai saat petani menanam di dalam tanah yang dulu dikuasai oleh PT. PN XIV Maroangin.
Setelah puluhan tahun PT. BMT beroperasi di lahan yang terletak di antara dua kabupaten tersebut PT. BMT (PT. PN XIV) mengalami penurunan produktivitas. Dari lahan yang seharusnya difungsikan untuk menghasilkan dan berkontribusi terhadap daerah tersebut.
Malah tidak sanggup memfungsikan seluruh lahan yang luasnya sekitar 5.230 ha dengan hanya mampu menggarap 1.500 ha tanah. Sehingga, sisanya ditelantarkan begitu saja tanpa ada hasil. Hingga HGU PT. PN XIV habis pada 2003 lalu.
BACA: Sawah dan Tambak Ikan Dirusak, Petani Enrekang Adukan PT. PN XIV Persero Ke Ombudsman
“Menurunya aktivitas tersebut membuat masyarakat sekitar memanfaatkan lahan terlantar tersebut untuk memperbaiki perekonomian mereka dengan menajadi lahan tersebut bertani sawah, berternak dan beberapa tanaman jangka pendek lainya,” kata, Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Firmansyah, Selasa (31/7/2018).
Pembaruan HGU yang habis baru diajukan lagi oleh pihak PT. PN XIV Maroangin pada 2008. Namun, Pemerintah Kabupaten Enrekang enggan memberikan perpanjangan izin HGU PT. PN XIV di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Dengan alasan, lahan ribuan hektare tersebut hanya ditelantarakan PTPN, dan tidak memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten Enrekang.
Bahkan, Pemerintah Kabupaten Enrekang mengeluarkan surat edaran Nomor 180/1657/Setda, 2 Juni 2016. Hal itu ditunjukan kepada Direksi PT. PN XIV Persero yang berisi memberikan peringatan dan mempertegas bahwa HGU PT. PN XIV telah berakhir dan tidak diperpanjang lagi.
PT. PN XIV yang masih tetap ingin menguasai lahan atau lokasi itu menjadikan ada konflik dengan masyarakat yang telah memanfaatkan lahan sesuai surat edaran Pemkab Enrekang. Yang membuat keresahan di tengah masyarakat. Maka,
Pemkab Enrekang kembali mengeluarkan surat Nomor: 047/2161/Setda, untuk mengantisipasi potensi konflik antara pihak PT. PN XIV dengan masyarakat yang ditujukan ke Kapolres Enrekang dan Dandim 1419 Enrekang yang menegaskan kembali agar PT. PN XIV tidak melakukan aktivitas di lokasi yang kini dikelola oleh masyarakat.
Hal itu sesuai dengan UU nomor 5 tahun 1960 tentang pokok agraria pasal 34 a, b, c, dan d jo PP 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah pasal 17 ayat 1 huruf a dan e jo ayat 2
“Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangnya dan ditelantarkan dan hapusnya hak guna usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) mengakibatkan tanahnya kembali ke negara,” jelasnya.
Juga didukung dengan Pasal 10 ayat (1), UU nomor 5 tahun 1960 yang berbunyi, Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
Namun, hingga 2018 ini konflik antara warga dengan pihak PT. PN XIV Persero masih terus berlanjut. Dengan intimidasi yang dilakukan PT. PN XIV kepada masyarakat. Bahkan, pengrusakan tanaman dan tambak ikan milik petani.
“Sebenarnya ini sudah selesai dan dibahas di Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sudah jelas pembagiannya, tapi ini masih terjadi,” jelasnya lagi.