MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menggelar High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sulawesi Selatan dan Kabupaten/Kota Se Sulawesi Selatan di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur Sulsel, Selasa (27/11/2018).
Pertemuan tingkat tinggi ini dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, Forkopimda Sulsel, bupati dan wali kota se Sulsel serta unsur pihak yang tergabung di TPID.
BACA:Â Nurdin Abdullah Minta Atasi Inflasi Mulai dari Hulu
High Level Meeting Tim Pengendalain Inflasi Daerah (TPID) memiliki peran strategis dalam tataran kebijakan pengendalian inflasi. Pertemuan ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang mampu meningkatkan kualitas pengendalian inflasi di Sulawesi Selatan sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas.
Pada pertemuan tersebut, Nurdin meminta kepada semua unsur terkait untuk menangani inflasi dimulai dari hulu.
Sebab kenaikan harga bahan pokok kata Nurdin dikarenakan adanya distorsi antara persediaan bahan pokok dengan kebutuhan masyarakat.
BACA:Â Nurdin Abdullah Harap PJ Walikota Makassar Baru Bersosok Ahok
Ini katanya, belum lagi harga di petani dan pedagang yang jauh berbeda. Data yang valid sangat dibutuhkan oleh pemerintah untuk membuat kebijakan yang tepat.
“Jujur saja kita belum punya data base tentang pangan, tentang komoditas kita,” sebutnya.
Ia juga meminta tim TPID harus terlibat dalam semua proses, TPID harus kerja dari hulu ke hilir. Sehingga persoalan dapat diketahui lebih komprehensif dan solusi dapat diambil.
BACA:Â Guru Honorer Terancam, Komisi E DPRD Sulsel Tegas Tolak Kebijakan Pemprov
“Dari dahulu kita selalu rapat TPID hanya bahas harga tapi tidak menyentuh penyebab kanaikan harga,” jelas Nurdin.
Untuk itu, Nurdin berharap agar inflasi tidak hanya melihat di pasar tetapi juga dimulai di sektor produksi.
Sementara itu, berdasarkan data BPS, Inflasi Sulawesi Selatan 2018 sebesar 3,69% (yoy) dan Inflasi Sulawesi Selatan lebih tinggi daripada Inflasi Nasional sebesar 3,16% (yoy) dari target capain 3,5 + 1% (yoy) tahun 2018.
Inflasi bulanan Sulsel pada Oktober 2018 tercatat sebesar 0,27% (mtm) lebih rendah daripada inflasi bulanan Nasional (0,28%). Meskipun demikian, inflasi tahun kalender (2,34%, ytd) dan tahunan (3,69%, yoy) Sulsel lebih tinggi daripada Nasional yang tercatat masing-masing sebesar 2,22 (ytd) dan 3,16 (yoy).
Inflasi Sulsel tetap terjaga dalam target inflasi (target 2015 – 2017: 4±1%) target 2018: (3,5±1%). Inflasi Sulsel terutama didorong oleh Kelompok Bahan Makanan antara lain Beras, Daging Ayam Ras, Ikan Bandeng dan Ikan Cakalang.
Tujuh komoditas pemicu inflasi di Sulawesi Selatan tahun 2018 adalah: Beras (0,35 %); Daging Ayam Ras (0,18%); Bandeng/ Bolu (0,17%); Ikan Cakalang/Sisik (0,14%); Kangkung (0,08%); Cabai Rawit (0,06%); Ikan Layang/Benggol (0,06%).
Secara spasial, inflasi tahun 2018 berdasarkan 5 Zona yaitu: Zona Watampone (Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, dan Sinjai) dengan inflasi 4,90% (yoy); Zona Palopo (Kota Palopo, Kab. Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Tana Toraja dan Toraja Utara) dangan inflasi 4,17% (yoy);
Sedangkan Zona Makassar (Kota Makassar, Pangkep, Gowa, Maros dan Takalar dengan inflasi (3,68% (yoy); Zona Parepare ( Kota Pare Pare, Pinrang, Sidrap, Barru dan Enrekang ) dengan inflasi 2,37% (yoy); Zona Bulukumba (Kab. Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto dan Selayar) dengan inflasi 3,52% (yoy).
Berdasarkan data, inflasi menunjukkan bahwa zona yang melampaui target inflasi 3,5 + 1 % adalah Zona watampone 4,90%.
Strategi yang perlu dilakukan oleh TPID Provinsi / Kab/Kota dalam pengendalian inflasi dikenal dengan 4 K yaitu: ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi ekspetasi.