SULSELEKSPRES.COM – Ratusan petani rumput laut di Kecamatan Bontobahari dan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba terancam kehilangan mata pencaharian mereka. Pasalnya, rencana pembangunan Terminal dan Dermaga Aspal Curah di lokasi tersebut dinilai akan menceramahi lingkungan laut.
Ahmad, selaku anggota Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) yang mendampingi petani rumput laut setempat mengatakan dengan tegas menolak rencana tersebut. Alasannya, mereka mengkhawatirkan wilayah pesisir laut yang selama ini digunakan para petani untuk budidaya rumput laut akan tercemar.
BACA: Ariadi Arsal Heran, Wagub Tanda Tangan Tapi Nurdin Abdullah Disalahkan
Belum dimulai pembangunan, kata Ahmad, para petani rumput laut sudah gagal panen pada akhir tahun 2018. Hal itu sewaktu pihak PT Mitra Dagang Makmur melakukan pengeboran dan pengambilan sampel di lokasi tersebut.
“Pada saat pengemboran itu banyak petani rumput laut yang gagal panen, air keru karena pengambilannya dengan cara pengeboran,” jelasnya saat dihubungi, Sabtu (17/8/2019).
Ahmad menjelaskan, banyak dari petani membudidayakan rumput laut jenis lampung dan Persa. Kedua jenis rumput laut ini, kata Ahmad, sangat sensitif dengan dengan perubahan air. Sehingga sewaktu dilakukan pengambilan sampel, rumput laut para petani pada mati.
Lokasi yang dimaksud yakni Kelurahan Sapolohe, Kecamatan Bontobahari. Lokasi tersebut memang dalam rencana menjadi tempat pembangunan Terminal dan Dermaga Aspal Curah.
Jumlah petani rumput laut dilokasi tersebut juga tak sedikit, tercatat sebanyak 147 KK berprofesi sebagai petani rumput laut. Sementara di Desa Mayampa, Dannuang, Majalling, dan Garanta yang berada di Kecamatan Ujung Loe lebih banyak lagi, terdapat 170 KK.
Ahmad menyayangkan rencana pembangunan tersebut. Sebab, pihak pemerintah seolah tak memerhatikan dampak kepada para petani. Apalagi, belum jua selesai permasalahan, terbit Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) yang isinya melegalkan pembangunan itu di wilayah pesisir.
Ia lantas mencurigai adanya permainan dalam penerbitan aturan tersebut. Pasalnya sebelum adanya rencana pembangunan, kedua wilayah itu merupakan wilayah tangkap ikan, budidaya, dan kawasan pariwisata. Hal itu tertuang dalam Perda Nomor 21 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Bulukumba.
Namun sejak bergulirnya rencana pembangunan tersebut, wilayah yang sebelumnya dilindungi dalam Perda tersebut diubah statusnya sesuai RZWP3K.
“Perda [RZWP3K] itu di buat sangat jauh dari aspirasi dari masyarakat,” ucapnya.
Tak tinggal diam, AGRA bersama 33 Kelompok Tani Rumput Laut pun sudah sering melakukan aksi penolakan. Tetapi aksi penolakan itu mentah begitu saja. Kata Ahmad, pihak Pemda Bulukumba mengaku tak mencampuri terkait rencana tersebut. Hal itu langsung diserahkan kepada Pemprov Sulsel.
Ia pun mengaku sudah melakukan somasi kepada Gubernur Sulsel. Namun hingga hari ini belum menuai hasil.
“Dari AGRA dan bersama kelompok tani rumput tetap tegas menolak pembangunan Terminal Aspal Curah,” tutupnya.