Polisi Tetapkan Tujuh Tersangka Pengadaan Pipa

Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani/ INT

MAKASSAR – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel menetapkan tujuh orang pejabat dari Satuan Kerja (Satker) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Provinsi Sulsel sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pipa PVC, Rabu (9/8) malam.

Ketujuh orang tersebut yakni Kepala Satker Kaharuddin yang bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dinilai tidak membuat perancangan yang baik sebagaimana prinsip pengadaan. Kemudian tersangka lainnya yakni Ferry Nasir selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Andi Kemal merupakan pejabat pengadaan, Mukhtar Kadir yang berperan sebagai PPK, Andi Murniati yang bertindak sebagai bendahara namun membuat Surat Perintan Membayar (SPM), Rahmat Dahlan yang bertindak menandatangani SPM, dan Muh. Aras yang merupakan Koordinator Penyedia barang dimana berperan membantu tersangka Andi Kemal mencari 10 dokumen perusahaan.

Penetapan tersangka tersebut merupakan hasil gelar perkara yang dilakukan penyidik. Dimana para tersangka dinilai secara sengaja melaksanakan pekerjaan pengadaan dan pemasangan pipa PVC yang menggunakan APBN sekitar Rp 3,7 miliar dengan sistem penunjukan langsung terhadap perusahaan penyedia.

Selain itu dari hasil gelar perkara juga disimpulkan bahwa pekerjaan proyek tersebut juga tidak dilaksanakan sesuai Surat Perintah Kerja (SPK) dan rekanan yang ditunjuk hanyalah sebagai pelengkap administrasi untuk memenuhi syarat kelengkapan pencairan anggaran.

Sehingga atas perbuatan para tersangka, negara dirugikan sekitar Rp 2,4 miliar sesuai dengan perhitungan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Pengerjaan proyek tersebar di 10 Kabupaten di Provinsi Sulsel ,”terang Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani.

Dalam pelaksanaan proyek, kata Dicky para tersangka menjalankan peran yang berbeda. Dimana tersangka Kaharuddin Kepala Satker SPAM yang bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dinilai tidak membuat perancangan yang baik sebagaimana prinsip pengadaan.

Tak hanya itu, ia juga yang berperan merencanakan pengadaan fiktif, memerintahkan untuk mencari perusahaan fiktif dan mengatur pelaksanaan pekerjaan dan menerima hasil pencarian.

“Aturan yang dilanggar Kaharuddin yakni melanggar Pasal 6 Perpres No 70/ 2012 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa, UU No. 17/ 2003 Tentang Keuangan Negara, Pasal 18, dan Pasal 21 UU No 1/ 2004 tentang pembendaharaan Negara ,”jelas Dicky.