MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Calon gubernur Sulsel, Ichsan Yasin Limpo (IYL) ikut diwacanakan berpeluang mengganti pasangannya Andi Mudzakkar ditengah jalan.
Pertarungan keras perebutan dukungan partai politik menjadi salah satu alasannya. Pasangan IYL-Cakka yang sejauh ini belum mengamankan tiket maju lewat koalisi parpol dianggap memungkinkan mendapat tekanan untuk berganti wakil.
Alasan politik serupa yang membuat Nurdin Abdullah mendepak calon wakilnya Tanribali Lamo. Posisi Tanribali kemudian digantikan Andi Sudirman Sulaiman.
Baca : Mengenal Andi Sudirman Sulaiman, Pendamping Baru Nurdin Abdullah
IYL dan Cakka sendiri sudah mengetahui adanya isu pisah paket tersebut yang dialamatkan terhadapnya. IYL belum lama ini memberikan penegasan kalau dirinya tidak mungkin mengganti Cakka.
“Tak ada ruang negosiasi untuk itu (ganti pasangan). Saya sudah tegaskan dan komitmen bersama Pak Cakka untuk membangun Sulsel. Tak mungkin kami khianati. Maaf,” tegas IYL dalam rilis yang diterima wartawan (12/10/2017).
Berdasarkan hasil penelusuran Sulselekspres.com, ada beberapa poin alasan yang dijadikan rujukan prediksi paket IYL-Cakka dianggap sangat memungkinkan berpisah.
1. Tekanan Partai Politik
Andi Mudzakkar alias Cakka di deklarasikan sebagai calon wakil IYL pada 29 Juli 2017 lalu. Diwaktu bersamaan dua partai politik yakni PAN (9 kursi) dan PPP (7 kursi) ikut menyatakan sikap dukungan. Praktis saat itu IYL-Cakka sisa membutuhkan tambahan 1 kursi lagi untuk memenuhi syarat minimal 17 kursi.
20 September setelahnya, DPP PAN secara mengejutkan memberikan keterangan kalau partainya menarik dukungan dari IYL untuk kemudian dialihkan ke Nurdin Abdullah. Praktis tersisa PPP (kubu Romahurmuziy) dengan 7 kursi, itupan masih menyisahkan sedikit masalah lantaran PPP kubu Djan Faridz merekomendasikan Nurdin Halid-Aziz Qahar.
Kondisi belum jelasnya dukungan partai politik IYL-Cakka ini dianggap bisa menjadi pemicu adanya tekanan dari partai politik untuk berganti paket. Apalagi sejumlah partai yang belum bersikap seperti Demokrat dan Hanura mensyaratkan kader digandeng untuk diterbitkannya rekomendasi.
2. Kontribusi Partai dari Cakka
Cakka tercatat sebagai politisi Partai Golkar. Menjabat sebagai Ketua DPD II Golkar Luwu sebelum diberhentikan lantaran dianggap todak ikut kebijakan partai mendukung Nurdin Halid yang diusung Golkar.
Cakka sejauh ini belum terlihat memberikan kontribusi tambahan dukungan parpol.
Bupati Luwu dua periode ini sendiri mengakui adanya kemungkinan IYL mengganti dirinya. Meakipun begitu, Cakka mengaku tak pernah meragukan komitmen yang dibangun IYL. Baginya, kriteria pemimpin ada dalam diri pasangannya tersebut. Pasalnya, selain komitmennya bisa dipegang, ia juga memiliki banyak terobosan untuk bersama membangun Sulsel.
“Posisi Pak IYL yang punya popularitas dan elektabilitas mumpuni, memungkinkan bisa memilih figur lain, termasuk mungkin bisa mengganti pasangan. Akan tetapi, di sini lah pembeda yang dimiliki Punggawa. Ia pantang melanggar komitmen,” ujarnya.
3. Regulasi PKPU dan Syarat Perseorangan
Pasangan IYL-Cakka sejatinya tetap bisa bertahan meski pada akhirnya tak bisa mencukupkan dukungan koalisi Parpol. Ini jika pasangan ini maju lewat jalur perseorangan.
Sebanyak 1,2 juta dukungan KTP diklaim telah terkumpul. Angka ini jauh melampaui yang disyaratkan KPU yangvhanya mewajibkan minimal 480.060 dukungan KTP saja.
“Substansinya tidak ada masalah, apalagi kita telah kantong 1.2 juta dukungan. Kalau hanya di 13 kabupaten/kota yah kami sudah sangat siap,” kata Ketua relawan Abdi Merah Putih IYL, Ian Latanro di Kantor KPU Sulsel, Jum’at (15/9).
Baca Juga :
Maju Independen, Jalur Mudah Bagi IYL-Cakka?
Selebaran Dukungan Independen Beredar, Ini Kata Jubir IYL-Cakka
Meskipun demikian, adanya regulasi PKPU baru dianggap bisa menyulitkan IYL-Cakka jika maju lewat jalur independent atau perseorangan. Terlebih dengan adanya isu kalau form dukungan lebih awal terkumpul sebelum Cakka resmi ditetapkan sebagai pendamping IYL.
Lebih jauh, ada beberapa perbedaan PKPU lama dan PKPU baru. Seperti proses verifikasi oleh KPU terhadap dukungan KTP dilakukan secara sensus atau mendatangi orang per orang pemilik KTP. Beda dengan pilkada lalu yang metode verifikasinya hanya melalui sampling.
“Kita akan melakukan verifikasi dengan mendatangi rumah setiap pemilik KTP, bisa juga menggunakan video call. Ini untuk memastikan dukungan itu apakah betul atau tidak. Jika ditemukan tidak sesuai dukungan, maka ada denda dua kali lipat jumlah dukungan,” kata Komisioner KPU Sulsel Faisal Amir.