28 C
Makassar
Saturday, July 27, 2024
HomeMetropolisWalhi : Krisis Pangan di Kodingareng Karena Ulah Boskalis

Walhi : Krisis Pangan di Kodingareng Karena Ulah Boskalis

PenulisWidyawan
- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan menilai, krisis pangan yang terjadi di Pulau Kodingareng dan sekitarnya merupakan dampak dari ulah PT Boskalis.

Sebab, sejauh ini Boskalis memang masih tetap melakukan aktivitas tambang pasir yang berada di wilayah tangkap masyarakat nelayan Kodingareng. Sehingga, kondisi ini berdampak pada pendapatan para nelayan.

Hal ini ditegaskan oleh Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Selatan, Muhammad Al-Amin. Menurutnya, dampak besar yang ditimbulkan PT Boskalis ini menjadi penyebab utama daya beli masyarakat Kodingareng menurun drastis dari sebelumnya.

“Kita tahu kan kalau Boskalis melakukan aktivitas tambang di wilayah tangkap nelayan. Akibatnya jelas, masyarakat kesulitan lagi untuk makan karena mata pencaharian mereka hilang,” jelas pria yang akrab disapa Amin tersebut.

“Krisis yang terjadi di sana itu jelas sekali siapa penyebabnya,” lanjutnya dalam agenda Launching Hasil Riset dan Media Briefing (Persepsi Publik Terhadap Kejahatan Ekosida dan Korporasi) yang berlangsung secara virtual.

Hal ini juga dibenarkan oleh salah seorang nelayan Kodingareng, Ikbal Usman (39), saat ditemui awak media. Menurut Ikbal, saat ini penurunan hasil tangkap nelayan sudah berada di atas 70 persen.

Bahkan, ada juga nelayan yang melaut berhari-hari hanya bisa mendapatkan satu ekor tangkapan saja. Hal ini, menurut Ikbal, tidak lepas dari ekosistem laut yang sudah mengalami kerusakan, sehingga ikan tidak lagi tinggal di sana.

“Penurunannya itu sampai 70 persen ke atas. Dulu kita bisa dapat sampai satu juta. Itu kalau lagi banyak ikan. Kalau ikan sepi, kita bisa dapat 500 sampai 700 ribu per hari,” jelasnya.

Kondisi ini juga yang menurut Ikbal menjadi pemicu tingginya jumlah hutang nelayan kepada majikan mereka. Karena memang beberapa nelayan masih bekerja untuk bos mereka masing-masing.

“Malah ada juga yang melaut itu sampai 10 kali, tapi cuma dapat satu tangkapan. Sekali keluar itu ongkosnya 100 ribu. Sementara satu tangkapan harganya cuma 60 ribu saja.”

“Jadi ini teman-teman nelayan berhutang lagi sama bos nya. Karena kan melaut dibiayai sama bos nya dulu,” lanjut bapak empat anak tersebut.

Ikbal juga membeberkan, salah satu wilayah tangkap yang sangat potensial, Copong, saat ini sudah 75 persen mengalami kerusakan. Di Copong, biasanya ikan berkumpul dan menjadi wilayah strategis bagi nelayan untuk menangkap ikan.

Tetapi saat ini, sudah tidak lagi. Sebab, kondisi air di sana sudah sangat keruh dan tingkat kedalaman air sudah bertambah. Sehingga jumlah ikan yang ada di sana sudah berkurang dan tidak bisa lagi ditangkap karena keruh.

“Di Copong itu sudah 75 persen rusak. Dulu kedalamannya itu tujuh depah, sekarang sudah jadi 15 depah. Ada juga yang biasa kedalamannya 15 depah, sekarang sudah jadi 22 depah.

“Copong ini kan tempat berkumpulnya ikan. Ikan bertelur di sana. Jadi pencaharian bergantung di sana. Sekarang keruh, kita cuma bisa tangkap di wilayah dangkal saja,” keluh Ikbal.

Kondisi ini yang menggugah warga Pulau Kodingareng untuk mencari keadilan di jajaran pemerintahan, mulai dari Gubernur sampai DPRD. Tetapi, sampai hari ini hasilnya masih nihil.

“Kita sudah berapa kali aksi melawan kapal Boskalis. Tapi malah kami yang ditangkap. Kami aksi di depan kantor Gubernur, nginap di sana. Di DPRD juga sudah aksi, tapi tidak ada hasil,” jelas Ikbal.

Ikbal berharap, pemerintah bisa sesekali berkunjung ke sana mendengar dan merasakan derita warga Kodingareng. Agar pemerintah bisa merasakan seperti apa yang dialami para nelayan.

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan menilai, krisis pangan yang terjadi di Pulau Kodingareng dan sekitarnya merupakan dampak dari ulah PT Boskalis.

Sebab, sejauh ini Boskalis memang masih tetap melakukan aktivitas tambang pasir yang berada di wilayah tangkap masyarakat nelayan Kodingareng. Sehingga, kondisi ini berdampak pada pendapatan para nelayan.

Hal ini ditegaskan oleh Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Selatan, Muhammad Al-Amin. Menurutnya, dampak besar yang ditimbulkan PT Boskalis ini menjadi penyebab utama daya beli masyarakat Kodingareng menurun drastis dari sebelumnya.

“Kita tahu kan kalau Boskalis melakukan aktivitas tambang di wilayah tangkap nelayan. Akibatnya jelas, masyarakat kesulitan lagi untuk makan karena mata pencaharian mereka hilang,” jelas pria yang akrab disapa Amin tersebut.

“Krisis yang terjadi di sana itu jelas sekali siapa penyebabnya,” lanjutnya dalam agenda Launching Hasil Riset dan Media Briefing (Persepsi Publik Terhadap Kejahatan Ekosida dan Korporasi) yang berlangsung secara virtual.

Hal ini juga dibenarkan oleh salah seorang nelayan Kodingareng, Ikbal Usman (39), saat ditemui awak media. Menurut Ikbal, saat ini penurunan hasil tangkap nelayan sudah berada di atas 70 persen.

Bahkan, ada juga nelayan yang melaut berhari-hari hanya bisa mendapatkan satu ekor tangkapan saja. Hal ini, menurut Ikbal, tidak lepas dari ekosistem laut yang sudah mengalami kerusakan, sehingga ikan tidak lagi tinggal di sana.

“Penurunannya itu sampai 70 persen ke atas. Dulu kita bisa dapat sampai satu juta. Itu kalau lagi banyak ikan. Kalau ikan sepi, kita bisa dapat 500 sampai 700 ribu per hari,” jelasnya.

Kondisi ini juga yang menurut Ikbal menjadi pemicu tingginya jumlah hutang nelayan kepada majikan mereka. Karena memang beberapa nelayan masih bekerja untuk bos mereka masing-masing.

“Malah ada juga yang melaut itu sampai 10 kali, tapi cuma dapat satu tangkapan. Sekali keluar itu ongkosnya 100 ribu. Sementara satu tangkapan harganya cuma 60 ribu saja.”

“Jadi ini teman-teman nelayan berhutang lagi sama bos nya. Karena kan melaut dibiayai sama bos nya dulu,” lanjut bapak empat anak tersebut.

Ikbal juga membeberkan, salah satu wilayah tangkap yang sangat potensial, Copong, saat ini sudah 75 persen mengalami kerusakan. Di Copong, biasanya ikan berkumpul dan menjadi wilayah strategis bagi nelayan untuk menangkap ikan.

Tetapi saat ini, sudah tidak lagi. Sebab, kondisi air di sana sudah sangat keruh dan tingkat kedalaman air sudah bertambah. Sehingga jumlah ikan yang ada di sana sudah berkurang dan tidak bisa lagi ditangkap karena keruh.

“Di Copong itu sudah 75 persen rusak. Dulu kedalamannya itu tujuh depah, sekarang sudah jadi 15 depah. Ada juga yang biasa kedalamannya 15 depah, sekarang sudah jadi 22 depah.

“Copong ini kan tempat berkumpulnya ikan. Ikan bertelur di sana. Jadi pencaharian bergantung di sana. Sekarang keruh, kita cuma bisa tangkap di wilayah dangkal saja,” keluh Ikbal.

Kondisi ini yang menggugah warga Pulau Kodingareng untuk mencari keadilan di jajaran pemerintahan, mulai dari Gubernur sampai DPRD. Tetapi, sampai hari ini hasilnya masih nihil.

“Kita sudah berapa kali aksi melawan kapal Boskalis. Tapi malah kami yang ditangkap. Kami aksi di depan kantor Gubernur, nginap di sana. Di DPRD juga sudah aksi, tapi tidak ada hasil,” jelas Ikbal.

Ikbal berharap, pemerintah bisa sesekali berkunjung ke sana mendengar dan merasakan derita warga Kodingareng. Agar pemerintah bisa merasakan seperti apa yang dialami para nelayan.

spot_img
spot_img
spot_img

Headline

Populer

spot_img