25 C
Makassar
Saturday, July 27, 2024
HomeRagamDirjen PHU: BPH Musim Haji 1444 H Diputuskan Pertengahan Bulan Ini

Dirjen PHU: BPH Musim Haji 1444 H Diputuskan Pertengahan Bulan Ini

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Sertifikasi untuk pembimbing haji merupakan sebuah investasi jangka panjang yang dampaknya akan dirasakan tidak hanya untuk tahun ini atau tahun besok saja, tapi juga untuk 10 sampai 15 tahun ke depan. Sertifikasi adalah salah satu bentuk kaderisasi yang harus terus dilakukan dan beberapa provinsi di Indonesia telah menyiapkan forum-forum sertifikasi pembimbing haji mandiri sehingga banyak kalangan dari perguruan tinggi dan dosen, penyuluh, ASN Kementerian Agama, masyarakat sipil, ormas-ormas juga ikut dalam forum ini dalam rangka memperkuat ekosistem pengelolaan haji di masa akan datang.

“Karena itu saya memberikan apresiasi yang sebesar besarnya kepada penyelenggara dan juga tentu saja kepada peserta yang saat ini hadir dan insya allah berhari-hari menyisihkan waktunya dalam satu bentuk ijtihad keagamaan atau keislaman yang mudah-mudahan menjadi amal jariah buat bapak ibu semua,” ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama Prof. H. Hilman Latief, MA., Ph.D saat menjadi narasumber dalam kegiatan Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Mandiri Angkatan VII Tahun 2023.

Yang terpenting kata Hilman, adalah ekosistem penyelenggara haji semakin kuat karena untuk pendampingan jamaah, tidak hanya dilakukan pada saat mereka melaksanakan ibadah haji, tapi justru yang sangat penting dan menjadi catatan dari laporan-laporan penyelenggaraan haji tahun sebelumnya, termasuk yang tahun kemarin.

“Betapa pekerjaan rumah kita masih panjang, ketika masih banyak jamaah yang belum mampu menyerap dan memahami serta mengimplementasikan hasil kajian atau manasik yang mereka lakukan. Kehadiran bapak-ibu memberikan satu nuansa baru, karena insya allah semua teman-teman yang mengikuti sertifikasi haji, itu setidaknya memiliki knowledge pemahaman, kemudian skill keterampilan dan juga mental yang sudah standar,” ungkapnya.

Hilman juga mengungkapkan terkait dengan data dan fakta bahwa jamaah dari berbagai provinsi memiliki karakteristik yang tidak sama. Latar belakang pendidikan juga berbeda beda. Rata-rata kebanyakan lulusan SMA, sebagian provinsi yang terbanyak hanya lulusan SD. Ada juga yang lulusan SMP dan sarjana jumlahnya kecil.

“Apa pendekatan yang akan kita gunakan dalam rangka memberikan pembimbingan. Karena itu untuk semua teman teman calon pembimbing ini juga harus aware dengan data. Data jamaah harus betul memahami siapa jamaah ini, latar belakangnya apa latar belakang pendidikannya latar belakang budayanya. Wawasan keislamannya apakah pintar mengaji semua jamaah belum tentu. Ini juga butuh model pendekatan dan metode yang kontekstual agar jamaah bisa lebih menerima pesan-pesan dari para pembimbing,” ungkapnya.

Hilman juga menyinggung soal biaya haji yang sedang ramai diperbincangkan. Pihaknya mengklaim jika tahun lalu porsi biaya haji antara 60 berbanding 40 persen. 60 persennya adalah dibiayai oleh nilai manfaat, 40 persennya dari jamaah.

“Kenapa demikian? Tahun lalu sebetulnya komposisinya sudah 50-50, 52 persen untuk jamaah, kemudian 48 persennya dari nilai manfaat. Tetapi kemudian harga masyair yang biasanya 3 juta setengah harganya atau 4 juta, berubah secara drastis menjadi 22 juta rupiah untuk 4 hari di tahun lalu yang pengumumannya diumumkan di akhir-akhir. Akhirnya biaya menjadi tidak terjangkau. Ada tantangan besar disitu,” imbuhnya.

Namun dirinya berjanji akan mencari solusi dan dapat menyusun pembiayaan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Hilman mengaku pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama tengah mencoba mengkonstruksi satu bangunan kebijakan yang diharapkan bisa memasilitasi dan mengayomi 5,3 juta jamaah Indonesia yang masuk dalam daftar tunggu.

“Bagaimana kita cermati lagi angka angkanya, istithaah itu seperti apa? istithaah mampu secara fisik maupun juga dari aspek kesehatannya, mampu aspek biayanya mampu juga aspek ekonomi dan mampu juga atau situasi dan konteks geopolitik. Dua tahun lalu kita tidak mampu memberangkatkan jamaah karena isu global, 2020 2021 2022 kita masih mampu dan memampukan mengistithaahkan jemaah agar bisa berangkat meskipun di masa covid dengan biaya yang sangat besar. Agar istithaahnya itu berkelanjutan, bagaimana desain itulah yang mungkin bapak/ibu dapat pahami 70-30 adalah konsep yang ideal yang mudah mudahan walaupun nanti diputuskan secara bertahap, kita sudah punya kesadaran yang sama bahwa jamaah itu harus mengistithaahkan, bahkan semuanya termasuk jamaah tunggu, bukan hanya yang besok berangkat tapi juga kita pikirkan yang 2024, 2025, 2030, 2040 yang dari Sulawesi Selatan banyak. Itu yang harus kita juga pikirkan,” paparnya.

Hilman menyadari jika saat ini kebijakan yang muncul mungkin kurang populer. Tapi niatnya adalah berdasarkan kajian-kajian yang kita lakukan agar konsep istithaah terjaga dan kita ingin menghindari mudharatnya dalam jangka waktu yang panjang.

“Nah ini saya kira beberapa substansi yang harus kita pikirkan bersama dan mudah-mudahan saya kira para calon pembimbing bisa memahami logikanya, berapa akhirnya keputusan itu nanti kita lihat seperti apa?. Dalam waktu dekat kita akan putuskan pertengahan bulan ini atau sebelum habis pertengahan bulan ini, berapa BPH yang akan diterapkan untuk musim haji 1444 H. Untuk tahun ini arahan Bapak Menteri Agama, tolong Pak Dirjen untuk petugas haji yang sudah berhaji tidak boleh berhaji lagi. Bagi yang belum haji nanti kita pikirkan.” pungkasnya.

Terpisah, Ketua panitia kegiatan, Dr Irwan Misbach, SE, M.Si mengatakan kegiatan sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Mandiri Angkatan VII Tahun 2023 Makassar ini diselenggarakan oleh Jurusan Manajemen Haji dan Umrah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar bekerjasama Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan. Diikuti sebanyak 93 peserta dan telah berlangsung sejak tanggal 4 hingga 12 Februari 2023 mendatang di Asrama Haji Sudiang Makassar.

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Sertifikasi untuk pembimbing haji merupakan sebuah investasi jangka panjang yang dampaknya akan dirasakan tidak hanya untuk tahun ini atau tahun besok saja, tapi juga untuk 10 sampai 15 tahun ke depan. Sertifikasi adalah salah satu bentuk kaderisasi yang harus terus dilakukan dan beberapa provinsi di Indonesia telah menyiapkan forum-forum sertifikasi pembimbing haji mandiri sehingga banyak kalangan dari perguruan tinggi dan dosen, penyuluh, ASN Kementerian Agama, masyarakat sipil, ormas-ormas juga ikut dalam forum ini dalam rangka memperkuat ekosistem pengelolaan haji di masa akan datang.

“Karena itu saya memberikan apresiasi yang sebesar besarnya kepada penyelenggara dan juga tentu saja kepada peserta yang saat ini hadir dan insya allah berhari-hari menyisihkan waktunya dalam satu bentuk ijtihad keagamaan atau keislaman yang mudah-mudahan menjadi amal jariah buat bapak ibu semua,” ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama Prof. H. Hilman Latief, MA., Ph.D saat menjadi narasumber dalam kegiatan Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Mandiri Angkatan VII Tahun 2023.

Yang terpenting kata Hilman, adalah ekosistem penyelenggara haji semakin kuat karena untuk pendampingan jamaah, tidak hanya dilakukan pada saat mereka melaksanakan ibadah haji, tapi justru yang sangat penting dan menjadi catatan dari laporan-laporan penyelenggaraan haji tahun sebelumnya, termasuk yang tahun kemarin.

“Betapa pekerjaan rumah kita masih panjang, ketika masih banyak jamaah yang belum mampu menyerap dan memahami serta mengimplementasikan hasil kajian atau manasik yang mereka lakukan. Kehadiran bapak-ibu memberikan satu nuansa baru, karena insya allah semua teman-teman yang mengikuti sertifikasi haji, itu setidaknya memiliki knowledge pemahaman, kemudian skill keterampilan dan juga mental yang sudah standar,” ungkapnya.

Hilman juga mengungkapkan terkait dengan data dan fakta bahwa jamaah dari berbagai provinsi memiliki karakteristik yang tidak sama. Latar belakang pendidikan juga berbeda beda. Rata-rata kebanyakan lulusan SMA, sebagian provinsi yang terbanyak hanya lulusan SD. Ada juga yang lulusan SMP dan sarjana jumlahnya kecil.

“Apa pendekatan yang akan kita gunakan dalam rangka memberikan pembimbingan. Karena itu untuk semua teman teman calon pembimbing ini juga harus aware dengan data. Data jamaah harus betul memahami siapa jamaah ini, latar belakangnya apa latar belakang pendidikannya latar belakang budayanya. Wawasan keislamannya apakah pintar mengaji semua jamaah belum tentu. Ini juga butuh model pendekatan dan metode yang kontekstual agar jamaah bisa lebih menerima pesan-pesan dari para pembimbing,” ungkapnya.

Hilman juga menyinggung soal biaya haji yang sedang ramai diperbincangkan. Pihaknya mengklaim jika tahun lalu porsi biaya haji antara 60 berbanding 40 persen. 60 persennya adalah dibiayai oleh nilai manfaat, 40 persennya dari jamaah.

“Kenapa demikian? Tahun lalu sebetulnya komposisinya sudah 50-50, 52 persen untuk jamaah, kemudian 48 persennya dari nilai manfaat. Tetapi kemudian harga masyair yang biasanya 3 juta setengah harganya atau 4 juta, berubah secara drastis menjadi 22 juta rupiah untuk 4 hari di tahun lalu yang pengumumannya diumumkan di akhir-akhir. Akhirnya biaya menjadi tidak terjangkau. Ada tantangan besar disitu,” imbuhnya.

Namun dirinya berjanji akan mencari solusi dan dapat menyusun pembiayaan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Hilman mengaku pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama tengah mencoba mengkonstruksi satu bangunan kebijakan yang diharapkan bisa memasilitasi dan mengayomi 5,3 juta jamaah Indonesia yang masuk dalam daftar tunggu.

“Bagaimana kita cermati lagi angka angkanya, istithaah itu seperti apa? istithaah mampu secara fisik maupun juga dari aspek kesehatannya, mampu aspek biayanya mampu juga aspek ekonomi dan mampu juga atau situasi dan konteks geopolitik. Dua tahun lalu kita tidak mampu memberangkatkan jamaah karena isu global, 2020 2021 2022 kita masih mampu dan memampukan mengistithaahkan jemaah agar bisa berangkat meskipun di masa covid dengan biaya yang sangat besar. Agar istithaahnya itu berkelanjutan, bagaimana desain itulah yang mungkin bapak/ibu dapat pahami 70-30 adalah konsep yang ideal yang mudah mudahan walaupun nanti diputuskan secara bertahap, kita sudah punya kesadaran yang sama bahwa jamaah itu harus mengistithaahkan, bahkan semuanya termasuk jamaah tunggu, bukan hanya yang besok berangkat tapi juga kita pikirkan yang 2024, 2025, 2030, 2040 yang dari Sulawesi Selatan banyak. Itu yang harus kita juga pikirkan,” paparnya.

Hilman menyadari jika saat ini kebijakan yang muncul mungkin kurang populer. Tapi niatnya adalah berdasarkan kajian-kajian yang kita lakukan agar konsep istithaah terjaga dan kita ingin menghindari mudharatnya dalam jangka waktu yang panjang.

“Nah ini saya kira beberapa substansi yang harus kita pikirkan bersama dan mudah-mudahan saya kira para calon pembimbing bisa memahami logikanya, berapa akhirnya keputusan itu nanti kita lihat seperti apa?. Dalam waktu dekat kita akan putuskan pertengahan bulan ini atau sebelum habis pertengahan bulan ini, berapa BPH yang akan diterapkan untuk musim haji 1444 H. Untuk tahun ini arahan Bapak Menteri Agama, tolong Pak Dirjen untuk petugas haji yang sudah berhaji tidak boleh berhaji lagi. Bagi yang belum haji nanti kita pikirkan.” pungkasnya.

Terpisah, Ketua panitia kegiatan, Dr Irwan Misbach, SE, M.Si mengatakan kegiatan sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Mandiri Angkatan VII Tahun 2023 Makassar ini diselenggarakan oleh Jurusan Manajemen Haji dan Umrah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar bekerjasama Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan. Diikuti sebanyak 93 peserta dan telah berlangsung sejak tanggal 4 hingga 12 Februari 2023 mendatang di Asrama Haji Sudiang Makassar.

spot_img
spot_img
spot_img

Headline

Populer

spot_img