25 C
Makassar
Saturday, July 27, 2024
HomeSosokEndang Sari, 20 Hari Melawan Covid-19

Endang Sari, 20 Hari Melawan Covid-19

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM -Sore itu gerimis. Dengan jaket sedikit basah, saya setia menunggu Endang di depan ruangan. Sambil menahan dingin, saya memutuskan duduk di sebuah kursi yang berderet. Ada lima kursi. Semuanya kosong. Juga meja panjang yang ditutupi kain berwarna cokelat sebagai taplaknya.

Dari dalam ruangan, suara riuh menyelinap ke telinga saya. Sepertinya sekelompok orang sedang berdiskusi. Tapi lebih mirip dengan tanya jawab. Belum tahu pasti kejadiannya seperti apa.

“Mau kopi mas?” Tanya seorang laki-laki. Usianya sekitar 25 tahun. Ia mengenakan kemeja putih, celana hitam, dan sepatu hitam. Tangannya dibalut sarung tangan karet. Di mukanya, ada face shield yang menggantung.

Dari tampilannya sudah ketahuan kalau dia karyawan hotel. Entah dari mana, dia tiba-tiba saja muncul tanpa saya sadari.

“Boleh mas,” saya menerima saja. Kebetulan, dalam suasana seperti ini memang butuh sesuatu yang hangat untuk mengusir dingin.

Sore itu saya berada di lantai 5 Hotel Claro. Kami memang sudah janjian bertemu di sana. Tetapi saya harus menunggu Endang menyelesaikan pekerjaannya.

Endang sendiri adalah Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) kota Makassar. Dia dipercaya menangani Divisi Sosialisasi, Partisipasi Masyarakat (Parmas) dan Pendidikan Pemilih.

Beberapa bulan belakangan, Endang memang sangat sibuk. Banyak hal yang harus dia selesaikan. Wajar saja, ini momen Pemilihan Walikota Makassar 2020. Sebenarnya, tidak sulit untuk menemui Endang. Karena memang dia sering di lapangan. Kami juga kerap berjumpa.

Tetapi kali ini berbeda. Butuh pertemuan khusus. Ada kisah kurang menyenangkan yang dia alami, tetapi menarik untuk diungkap. Setidaknya, cara dia mengatasi persoalan tersebut.

“Saya sembuh sebenarnya karena kepepet. Banyak tahapan Pilwali yang harus selesai,” ujar Endang kepada saya.

Kisah kurang menyenangkan yang saya maksud adalah Covid-19. Pemilik nama lengkap Endang Sari itu pernah tertular Covid-19. Penyebabnya belum pasti, tapi indikasinya, dia tertular dari orang lain yang dia temui di lapangan.

Endang juga mengaku mengalami gejala ringan. Bahkan dia tidak menyadari kalau itu gejala Covid. Dia cuma berpikir kalau gejala-gejala itu cuma efek lelah karena pekerjaan yang padat.

“Gejalanya ada, tapi mungkin karena kegiatan yang padat, saya tidak menyangka kalau itu gejala Covid. Saya batuk, tapi saya anggap biasa karena perubahan cuaca. Terus lemas, panas, demam juga,” Endang memulai kisahnya.

Perempuan kelahiran Watampone (15/10/1985) itu dinyatakan positif pada tanggal (28/10/2020) lalu. Di hari pertama menjalani karantina, Endang mengaku syok. Pikirannya berkecamuk. Pekerjaan yang menumpuk dan tuntutan untuk sembuh tercampur aduk.

“Syok sudah pasti. Bahkan hari pertama itu saya langsung drop. Muntah-muntah, pusing. Bukan karena Covidnya, tapi karena terlalu takut pikirkan dampaknya,” beber Endang sembari mengunyah potongan brownis cokelat.

Memang, selain kopi yang ditawarkan petugas hotel, ada juga brownis dan gorengan yang disajikan kepada kami. Tentu saja itu bagian dari profesionalisme mereka dalam melayani pengunjung.

“Setelah itu, kepikiran terus sama tahapan (Pilwali) yang harus selesai. Makanya saya nekat untuk sembuh. Semua proses karantina saya ikuti dengan baik dan teratur,” Endang melanjutkan kisahnya.

Pasca dinyatakan positif tertular Covid-19, Endang menjalani karantina mandiri di rumahnya. Ibu dan anaknya diangkut ke kampung kelahirannya, kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Perempuan 35 tahun itu menjalani karantina mandiri dengan lancar. Tetapi, ia tidak bisa merasa tenang. Pekerjaan di lapangan menjadi pemicunya. Meski begitu, Endang mencoba menjalankan protap Covid dengan baik.

Bahkan, ia mengaku awalnya tidak begitu percaya dengan Covid-19. Tetapi setelah dinyatakan positif, banyak yang memberikan ucapan belasungkawa, memberi semangat, bahkan memberikan resep menghadapi virus tersebut.

“Banyak yang menyemangati. Telepon tidak berhenti. Ada yang memberikan resep. Justru itu yang membuat saya drop. Saya sadar betul kalau virus ini memang gawat,” Endang bercerita dengan gimik yang antusias.

“Covid ini dekat. Saya sekarang tertular. Jadi hindarilah. Jaga asupan makanan sehat. Sayuran, buah, dan perbanyak minum air putih. Minum vitamin, minimal vitamin C. Suplemen tubuh juga penting. Istirahat yang cukup, 8 jam itu sudah bagus sekali,” ia melanjutkan.

Perbincangan kami sempat jeda beberapa saat. Suasana hening kembali muncul. Endang yang duduk di sebelah kanan saya sedang memeriksa ponselnya. Sementara saya, mencoba mencari kesibukan lain. Mengeluarkan alat tulis, sembari mencatat seperlunya.

Beberapa saat kemudian, hening terpecah. Suara Endang kembali terdengar. Sontak saja perhatian saya tertuju ke Endang lagi.

“Yang menentukan sehat itu, selain diagnosa medis, ya diri sendiri,” celetuk Endang.

Perbincangan kami dimulai kembali. Kisah Endang berlanjut. Ia mengaku, selain tahapan Pilwali yang mendesak ia untuk sembuh, dorongan keluarga dan orang-orang dekatnya juga jadi poin penting.

Mereka berbondong-bondong memberikan yang terbaik untuk Endang, sekalipun tidak menemuinya secara langsung.

“Pada kekuatan jiwa, kita bisa lawan virus ini. Harus ada tekad kuat. Itu kuncinya. Tentu atas dorongan pihak lain juga. Keluarga dan orang terdekat saya tentunya.”

Karena tidak mau sakit terlalu lama, Endang akhirnya memberanikan diri untuk swab kembali. Saat itu tanggal (16/11/2020). Hasilnya sangat melegakan. Negatif.

Itu artinya Endang berhasil sembuh. Ia kemudian mengumumkan kesembuhannya kepada publik. Kemudian, ia kembali bekerja seperti biasa.

“Tapi poin utama yang mendorong saya sembuh itu kampanye. Kan sementara tahapan kampanye. Banyak tahapan yang harus selesai. Kalau saya sakit, siapa yang kontrol? Jadi ini The Power of Kepepet,” ujar Endang sembari bercanda.

Di akhir perbincangan, Endang memberi saran kepada masyarakat luas. Harus tetap waspada, tapi jangan terlalu takut. Covid-19 memang ada, tetapi dengan menerapkam protokol kesehatan yang ketat, virus itu bisa dilawan.

“Masyarakat harus lebih mawas diri. Virus ini nyata. Tapi, bisa dilawan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Jangan lepas masker, jangan berkerumun, rajin cuci tangan,” Endang menutup kisahnya.

Pokok perbincangan kami berhenti di situ. Tidak lama berselang, sekelompok anak muda keluar dari dalam ruangan. Di luar gedung, lampu-lampu jalan tampak menyala. Petang telah menyapa.

Kalimat pamit, menutup pertemuan saya dan Endang hari itu.

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM -Sore itu gerimis. Dengan jaket sedikit basah, saya setia menunggu Endang di depan ruangan. Sambil menahan dingin, saya memutuskan duduk di sebuah kursi yang berderet. Ada lima kursi. Semuanya kosong. Juga meja panjang yang ditutupi kain berwarna cokelat sebagai taplaknya.

Dari dalam ruangan, suara riuh menyelinap ke telinga saya. Sepertinya sekelompok orang sedang berdiskusi. Tapi lebih mirip dengan tanya jawab. Belum tahu pasti kejadiannya seperti apa.

“Mau kopi mas?” Tanya seorang laki-laki. Usianya sekitar 25 tahun. Ia mengenakan kemeja putih, celana hitam, dan sepatu hitam. Tangannya dibalut sarung tangan karet. Di mukanya, ada face shield yang menggantung.

Dari tampilannya sudah ketahuan kalau dia karyawan hotel. Entah dari mana, dia tiba-tiba saja muncul tanpa saya sadari.

“Boleh mas,” saya menerima saja. Kebetulan, dalam suasana seperti ini memang butuh sesuatu yang hangat untuk mengusir dingin.

Sore itu saya berada di lantai 5 Hotel Claro. Kami memang sudah janjian bertemu di sana. Tetapi saya harus menunggu Endang menyelesaikan pekerjaannya.

Endang sendiri adalah Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) kota Makassar. Dia dipercaya menangani Divisi Sosialisasi, Partisipasi Masyarakat (Parmas) dan Pendidikan Pemilih.

Beberapa bulan belakangan, Endang memang sangat sibuk. Banyak hal yang harus dia selesaikan. Wajar saja, ini momen Pemilihan Walikota Makassar 2020. Sebenarnya, tidak sulit untuk menemui Endang. Karena memang dia sering di lapangan. Kami juga kerap berjumpa.

Tetapi kali ini berbeda. Butuh pertemuan khusus. Ada kisah kurang menyenangkan yang dia alami, tetapi menarik untuk diungkap. Setidaknya, cara dia mengatasi persoalan tersebut.

“Saya sembuh sebenarnya karena kepepet. Banyak tahapan Pilwali yang harus selesai,” ujar Endang kepada saya.

Kisah kurang menyenangkan yang saya maksud adalah Covid-19. Pemilik nama lengkap Endang Sari itu pernah tertular Covid-19. Penyebabnya belum pasti, tapi indikasinya, dia tertular dari orang lain yang dia temui di lapangan.

Endang juga mengaku mengalami gejala ringan. Bahkan dia tidak menyadari kalau itu gejala Covid. Dia cuma berpikir kalau gejala-gejala itu cuma efek lelah karena pekerjaan yang padat.

“Gejalanya ada, tapi mungkin karena kegiatan yang padat, saya tidak menyangka kalau itu gejala Covid. Saya batuk, tapi saya anggap biasa karena perubahan cuaca. Terus lemas, panas, demam juga,” Endang memulai kisahnya.

Perempuan kelahiran Watampone (15/10/1985) itu dinyatakan positif pada tanggal (28/10/2020) lalu. Di hari pertama menjalani karantina, Endang mengaku syok. Pikirannya berkecamuk. Pekerjaan yang menumpuk dan tuntutan untuk sembuh tercampur aduk.

“Syok sudah pasti. Bahkan hari pertama itu saya langsung drop. Muntah-muntah, pusing. Bukan karena Covidnya, tapi karena terlalu takut pikirkan dampaknya,” beber Endang sembari mengunyah potongan brownis cokelat.

Memang, selain kopi yang ditawarkan petugas hotel, ada juga brownis dan gorengan yang disajikan kepada kami. Tentu saja itu bagian dari profesionalisme mereka dalam melayani pengunjung.

“Setelah itu, kepikiran terus sama tahapan (Pilwali) yang harus selesai. Makanya saya nekat untuk sembuh. Semua proses karantina saya ikuti dengan baik dan teratur,” Endang melanjutkan kisahnya.

Pasca dinyatakan positif tertular Covid-19, Endang menjalani karantina mandiri di rumahnya. Ibu dan anaknya diangkut ke kampung kelahirannya, kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Perempuan 35 tahun itu menjalani karantina mandiri dengan lancar. Tetapi, ia tidak bisa merasa tenang. Pekerjaan di lapangan menjadi pemicunya. Meski begitu, Endang mencoba menjalankan protap Covid dengan baik.

Bahkan, ia mengaku awalnya tidak begitu percaya dengan Covid-19. Tetapi setelah dinyatakan positif, banyak yang memberikan ucapan belasungkawa, memberi semangat, bahkan memberikan resep menghadapi virus tersebut.

“Banyak yang menyemangati. Telepon tidak berhenti. Ada yang memberikan resep. Justru itu yang membuat saya drop. Saya sadar betul kalau virus ini memang gawat,” Endang bercerita dengan gimik yang antusias.

“Covid ini dekat. Saya sekarang tertular. Jadi hindarilah. Jaga asupan makanan sehat. Sayuran, buah, dan perbanyak minum air putih. Minum vitamin, minimal vitamin C. Suplemen tubuh juga penting. Istirahat yang cukup, 8 jam itu sudah bagus sekali,” ia melanjutkan.

Perbincangan kami sempat jeda beberapa saat. Suasana hening kembali muncul. Endang yang duduk di sebelah kanan saya sedang memeriksa ponselnya. Sementara saya, mencoba mencari kesibukan lain. Mengeluarkan alat tulis, sembari mencatat seperlunya.

Beberapa saat kemudian, hening terpecah. Suara Endang kembali terdengar. Sontak saja perhatian saya tertuju ke Endang lagi.

“Yang menentukan sehat itu, selain diagnosa medis, ya diri sendiri,” celetuk Endang.

Perbincangan kami dimulai kembali. Kisah Endang berlanjut. Ia mengaku, selain tahapan Pilwali yang mendesak ia untuk sembuh, dorongan keluarga dan orang-orang dekatnya juga jadi poin penting.

Mereka berbondong-bondong memberikan yang terbaik untuk Endang, sekalipun tidak menemuinya secara langsung.

“Pada kekuatan jiwa, kita bisa lawan virus ini. Harus ada tekad kuat. Itu kuncinya. Tentu atas dorongan pihak lain juga. Keluarga dan orang terdekat saya tentunya.”

Karena tidak mau sakit terlalu lama, Endang akhirnya memberanikan diri untuk swab kembali. Saat itu tanggal (16/11/2020). Hasilnya sangat melegakan. Negatif.

Itu artinya Endang berhasil sembuh. Ia kemudian mengumumkan kesembuhannya kepada publik. Kemudian, ia kembali bekerja seperti biasa.

“Tapi poin utama yang mendorong saya sembuh itu kampanye. Kan sementara tahapan kampanye. Banyak tahapan yang harus selesai. Kalau saya sakit, siapa yang kontrol? Jadi ini The Power of Kepepet,” ujar Endang sembari bercanda.

Di akhir perbincangan, Endang memberi saran kepada masyarakat luas. Harus tetap waspada, tapi jangan terlalu takut. Covid-19 memang ada, tetapi dengan menerapkam protokol kesehatan yang ketat, virus itu bisa dilawan.

“Masyarakat harus lebih mawas diri. Virus ini nyata. Tapi, bisa dilawan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Jangan lepas masker, jangan berkerumun, rajin cuci tangan,” Endang menutup kisahnya.

Pokok perbincangan kami berhenti di situ. Tidak lama berselang, sekelompok anak muda keluar dari dalam ruangan. Di luar gedung, lampu-lampu jalan tampak menyala. Petang telah menyapa.

Kalimat pamit, menutup pertemuan saya dan Endang hari itu.

spot_img
spot_img
spot_img

Headline

Populer

spot_img