BULUKUMBA, SULSELEKSPRES.COM – Puluhan tahun lamanya, konflik agraria antar PT. Perusahaan Perkebunan London Sumatra (PP Lonsum) Indonesia Tbk dan masyarakat Kajang belum usai.
Meski telah memakan usia 31 tahun, pelbagai mediasi yang terjadi belum mampu membawa pengaruh baik bagi masyarakat Kajang. Konflik kedua pihak justru memanas.
“Dalam perjalanannya, beberapa kali mediasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda), Pemerintah Provinsi (Pemprov), Kemendagri, tapi PT Lonsum selalu langgar,” peluh Amir, salah seorang masyarakat adat Kajang saat dihubungi, Sabtu (2/3/2019).
Baca:Â Loyalitas 24 Tahun Merawat Taman Situs Budaya Dibayar Penggusuran
Seingat Amir, konflik tersebut dimulai pada tahun 1987 hingga 1988. Kala itu, PT Lonsum dengan pegangan HGU mengekspansi wilayahnya hingga menyerobot tanah ulayat adat Kajang, seluas 2.853 hektare, yang tersebar di 4 kecamatan; Kajang, Bulukumpa, Ujungloe, Herlang, kabupaten Bulukumba.
Perluasan itu memicu protes dari masyarakat setempat, namun gelombang penolakan tersebut dibalas pembakaran rumah, dan pengusiran.
“Inilah [tanah seluas 2.853 hektare] yang kami tuntut,” kata dia.
Baca:Â Nyanyian Akar Rumput: Suara Anak Dari Bara-Baraya yang Terancam Tergusur
Mediasi terakhir (Agustus 2018), berujung pada pembentukan sebuah tim yang terdiri dari unsur Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), BPN Provinsi Sulsel, Pemprov Sulsel, BPN Bulukumba, Pemkab Bulukumba, Polres Bulukumba.
Selain unsur pemerintahan, perwakilan masyarakat adat Kajang, Topo’, dan pemilik sertifikat tanah yang tercatut dalam HGU, Rahim turut dilibatkan dalam Tim Kecil tersebut bersama pihak, PT Lonsum, Endang.
“Semua dari tim itu akan melakukan rekonstruksi batas HGU, dengan memulai pengukuran ulang, dan menetapkan mana batas tanah,” tambah Amir.
Politik Pecah Belah
Puluhan tahun lamanya, gelombang penolakan masyarakat belum redup, puluhan tenda dan gubuk didirikan masyarakat sebagai medium konsolidasi protes. Dituduh menyorobot, hingga pengusiran kata Amir kerap terjadi.
Pagi hari, 2 Februari 2019, disela proses mediasi, tenda yang telah didirikan sejak September 2018, di 3 lokasi dibongkar paksa. Inisiatif warga menanam jagung, padi, ubi kayu, wijen hingga kacang tanah di sekitar tenda pun ikut rata dengan tanah.
“Tadi jam 9 sampai jam 11 dibongkar, orang sekitar berjumlah empat ratusan yang bongkar,” jelas Amir.
Baca:Â Sengketa Lahan PTPN XIV Vs Warga, KPA Sulsel Minta Kementerian BUMN Turun Tangan
Namun, pembongkaran itu memicu kecaman, salah satunya datang dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Bantaeng.
Melalui keterangan berkata AGRA Bantaeng, tindakan pembongkaran itu dianggap sebagai politik pecah belah antar pekerja yang tergabung di Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Palangisang Estate dengan
masyarakat adat dan petani.
“Tindakan tersebut tentunya semakin memperkeruh upaya mediasi yang sedang berjalan,” tulis perwakilan AGRA Bantaeng, Ahmad Pasallo.
Situasi ini semestinya kata Ahmad, tidak perlu dilakukan oleh PT. Lonsum, mengingat ada kesepakatan-kesepakatan yang pernah dilakukan dan masih berjalan.
Malah, menurut Ahmad, PT. Lonsum terus melakukan tindakan yang tidak adil bagi masyarakat Adat Kajang yang sedang menjalani proses mediasi.
“Upaya mediasi yang berjalan sama sekali tidak menghentikan PT.Lonsum untuk melakukan berbagai bentuk teror, intimidasi, kekerasan dan perampasan serta monopoli tanah milik masyarakat Adat Kajang,” tegasnya.
Baca:Â Tambang Haram Dibalik Harga Mahal yang Mesti Dibayar Warga Gowa
Karena itu, AGRA Bantaeng menyatakan kecaman atas tindakan PT. Lonsum Indonesia Tbk. dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Palangisang Estate. Mereka meminta Polda Sulsel untuk menindak tegas pekerja Lonsum yang diduga telah merusak tenda para warga.
“Kami mendesak pihak Kepolisian dalam hal ini Polda Sulawesi Selatan dan Polres Bulukumba untuk menindak tegas pekerja PT. Lonsum dan Pengurus PUK Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Palangisang Estate yang telah merusak dan membongkar secara paksa rumah-rumah (tenda) warga,” lugas dia.
Karena dinilai melanggar kesepakatan, Agra juga menuntut Pemda Bulukumba untuk bersikap tegas terhadap pelanggaran atas kesepakatan yang dilakukan oleh PT. Lonsum.
Baca:Â Cerita Korban Pelecehan Seksual oleh Dosen: Dia Ajak Saya ke Hotel
“Juga mendesak Pemda Kabupaten Bulukumba untuk tidak menerbitkan rekomendasi perpanjangan HGU PT. Lonsum sebelum seluruh tanah masyarakat adat Kajang, tanah masyarakat adat Bulukumpa Toa, tanah warga yang bersertifikat, dan tanah milik warga sesuai hasil keputusan Mahkamah Agung dikeluarkan dari objek HGU PT. Lonsum,” tandasnya.