SULSELEKSPRES.COM – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) rencananya akan dilakukan serentak pada 9 Desember 2020, di tengah pandemi yang belum berakhir.
Sebelumnya, dua ormas keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Muhammadiyah meminta agar pilkada serentak tahun ini ditunda. Permintaan penundaan Pilkada juga disampaikan oleh Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla.
Merespons desakan yang ada, Menteri Dalam Negeri Jenderal Polisi (Purn) Muhammad Tito Karnavian angkat suara. Menurut dia, pemerintah saat ini sedang mengkaji dua opsi, yaitu membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengatur penanganan hingga penindakan hukum pelanggar protokol kesehatan selama tahapan pilkada atau merevisi PKPU tentang pilkada.
BACA:Â KAMI Nilai Presiden Jokowi Langgar Janji Jika Pilkada 2020 Dilanjutkan
Hal itu diungkapkan Tito dalam Webinar Nasional Seri 2 KSDI ‘Strategi Menurunkan COVID-19, Menaikan Ekonomi’ di akun YouTube KSDI, Minggu (20/9/2020), seperti dilaporkan detik.com.
“Opsi perppu ada dua macam. Perppu yang pertama opsi satunya adalah perppu yang mengatur keseluruhan mengenai masalah Covid-19 mulai pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum. Karena belum ada undang-undang spesifik khusus mengenai Covid-19 tadi,” kata Tito.
“Atau yang kedua, perppu yang hanya spesifik masalah protokol Covid-19 untuk pilkada dan juga pilkades serentak, karena pilkades ini sudah saya tunda, semua ada 3.000,” lanjutnya.
Tito kemudian bicara mengenai penundaan pilkades. Menurutnya, pilkades rawan jika digelar di tengah pandemi Covid-19. Pilkades tidak bisa dipantau oleh pemerintah karena diselenggarakan masing-masing bupati di daerah.
BACA:Â Harap Pilkada Ditunda, Muhammadiyah Minta Jokowi Pimpin Langsung Penanganan Covid-19
Kembali pada opsi pemerintah, Tito mengungkapkan opsi kedua pemerintah adalah bukan menunda Pilkada. Tapi, merevisi PKPU tentang Pilkada saat ini.
“Kemudian, opsi keduanya kalau nggak perppu ya PKPU. Aturan KPU ini harus segera revisi dan harus segera merevisi beberapa ini. Nah ini perlu ada dukungan dari semua supaya regulasi ini, karena regulasi ini bukan hanya Mendagri, saya hanya fasilitasi yang utamanya adalah KPU sendiri yang harus disetujui komisi II DPR. Kuncinya di KPU sendiri, kami mendorong, membantu, termasuk rapat sudah kita lakukan,” katanya.
Pengamat Epidemi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyarankan ada baiknya Pilkada tersebut ditunda, atau jika berlanjut ada hal-hal yang harus diperhatikan.
“Tunda lebih baik, kalau mau terus, jangan ada kampanye offline dan tidak boleh menghimpun masa, pengaturan ketat waktu pencoblosan,” katanya kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Senin (21/9/2020).
Dia mengatakan, jika Pilkada tetap dilakukan, bisa berpengaruh pada pertambahan kasus Covid-19. Dia enggan menyebut berapa persentase peningkatan kasus jika Pilkada tersebut tetap dilakukan sesuai rencana.
“Ya bisa terjadi peningkatan penularan, cukup besar pada semua wilayah pilkada. Prediksinya berapa persen tidak tahu, prediksi bisa salah karena berdasarkan asumsi yang belum tentu benar,” pungkasnya.