Simpatisan Geruduk Kejati Sulsel Saat Danny Pomanto di Periksa soal Kasus Korupsi PDAM Makassar

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Simpatisan Walikota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto geruduk kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) saat dilakukan pemeriksaan saksi terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar, Kamis (13/4/2023).

Dalam pemeriksaan saksi tersebut Kejati Sulsel memeriksa Wali Kota Makassar, Moh. Romdhan Pomanto.

Video aksi panjat pagar dilakukan oleh sejumlah oknum simpatisan yang ingin memaksa masuk ke Kantor Kejati Sulsel beredar di group-group Whatsapp.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi menemui para pendemo untuk menenangkan para pendemo.

Sebelumnya diberitakan, bahwa Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) melanjutkan pemeriksaan maraton para saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar. Kali ini, Kejati Sulsel memeriksa Wali Kota Makassar, Moh. Romdhan Pomanto.

“Pak Danny (Moh. Romdhan Pomanto) diperiksa sebagai saksi,” singkat Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi via pesan singkat whatsapp, Kamis (13/4/2023).

Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran tepatnya penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/ jasa produksi Tahun 2017 hingga 2019 itu, Kejati Sulsel telah menetapkan dua orang tersangka yakni Haris Yasin Limpo yang diketahui sebagai mantan Direktur Utama PDAM Kota Makassar dan Iriawan Abdullah yang merupakan mantan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar.

https://youtu.be/6MtC_oJWDio

Kasus korupsi yang menjerat adik kandung Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo beserta rekannya, Iriawan Abdullah tersebut, bermula pada Tahun 2016 hingga 2019. Di mana dalam 4 tahun tersebut, PDAM Kota Makassar mendapatkan laba dan untuk menggunakan laba tersebut dilakukan rapat direksi yang disetujui oleh dewan pengawas dan kemudian ditetapkan oleh Wali Kota Makassar.

Adapun prosedur untuk permohonan penetapan penggunaan laba dari direksi kepada Wali Kota Makassar melalui dewan pengawas sampai dengan pembagian laba tersebut, seharusnya melalui pembahasan atau rapat direksi kegiatan itu tercatat atau dicatat dalam notulensi rapat.

Namun faktanya, sejak 2016 hingga 2018 tidak pernah dilakukan pembahasan rapat oleh direksi baik terkait permohonan penetapan penggunaan laba hingga pembagian laba serta tidak dilakukannya pencatatan (notulensi) sehingga tidak terdapat risalah rapat. Melainkan pengambilan keputusan oleh direksi hanya berdasar pada rapat per-bidang. Diantaranya jika tentang keuangan, maka pembahasan tersebut hanya terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar.

“Meskipun PDAM Kota Makassar mendapatkan laba, seharusnya PDAM Kota Makassar memperhatikan adanya kerugian dalam hal ini kerugian akumulasi sejak berdirinya PDAM Kota Makassar sebelum mengusulkan untuk menggunakan laba,” ucap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Yudi Triadi dalam konferensi pers penetapan tersangka korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/ jasa produksi Tahun 2017 hingga 2019 di Kantor Kejati Sulsel, Rabu 12 April 2023.

Kedua tersangka yakni Haris Yasin Limpo dan Iriawan Abdullah, kata Yudi, tidak mengindahkan aturan Permendagri No. 2 Tahun 2007 Tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Perda No. 6 Tahun 1974 dan PP 54 Tahun 2017 karena beranggapan bahwa pada Tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggungjawabnya melainkan tanggungjawab direksi sebelumnya sehingga mereka berhak untuk mendapatkan untuk pembayaran tantiem dan bonus/ jasa produksi yang merupakan satu kesatuan dari penggunaan laba yang diusulkan.

Pada kedua aturan tersebut yakni Perda No. 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017, terdapat perbedaan besaran penggunaan laba. Perda No. 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017 khususnya pembagian tantiem untuk direksi sebesar 5 persen dan bonus pegawai 10 persen. Sedangkan pada PP 54 Tahun 2017 pembagian tantiem dan bonus hanya 5 persen, sehingga aturan tersebut tidak digunakan untuk pembayaran penggunaan laba.

Tak hanya itu, dari hasil penyidikan kasus korupsi pengelolaan anggaran lingkup PDAM Kota Makassar tersebut, lanjut Yudi, ditemukan ada premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar pada asuransi AJB Bumiputera yang diberikan berdasarkan perjanjian kerjasama antara PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera, namun tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang- undangan bahwa Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan asuransi tersebut, oleh karena yang wajib diikutsertakan adalah pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sehingga pemberian asuransi jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah/ pemberi kerjalah yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan.

Dari penyimpangan yang terjadi pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar tersebut, mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan daerah Kota Makassar khususnya kas PDAM Kota Makassar senilai Rp20.318.611.975,60 sebagaimana hasil audit yang telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan dengan Pasal Primair yakni Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal Subsidair yakni Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

“Kedua tersangka kita langsung tahan selama 20 hari di Lapas Kelas 1 Makassar,” Yudi menandaskan.