SULSELEKSPRES.COM – Pemerintah membuat wacana pelonggaran atau relaksasi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dengan membuka kegiatan ekonomi dan bisnis pada awal Juni mendatang.
Padahal, hingga saat ini belum ada perhitungan mengenai keberhasilan PSBB dan angka kasus positif masih terus bertambah.
Wacana pelonggaran PSBB menimbulkan banyak kritik dari dokter dan para ahli karena risiko penularannya masih tinggi.
“Ini belum waktunya (bagi pemerintah) untuk mulai melonggarkan PSBB,” kata dr. Panji Hadisoemarto, ahli epidemiologi Universitas Padjadjaran, dalam siaran pers bersama Tim Lapor COVID-19, Senin (11/5/2020) dilansir dari hellosehat.com.
Senada dengan dr. Panji, ahli epidemiologi Eijkman-Oxford Clinical Research Unit Iqbal Elyazar menganggap momentum ini seharusnya dimanfaatkan pemerintah untuk memperketat pelaksanaan PSBB bukan sebaliknya.
“Saya melihat PSBB inilah pilihan kita, optimalisasi harus dipertahankan hingga minimal 80 persen pengurangan aktivitas di luar rumah,” ujar Iqbal.
Dia optimis jika optimalisasi PSBB berhasil, Indonesia akan mampu menurunkan kurva pandemi.
Risiko pelonggaran PSBB, kata
Dokter Panji, pada penyakit menular, setiap kasus itu bukan hanya sekadar kasus, tapi juga sumber penularan.
“Selama masih ada sumber penularan dan ada orang yang rentan maka belum aman untuk membuka kegiatan ekonomi, apalagi kalau itu berarti aktivitas sosial ikut kembali normal,” jelas dr. Panji.
Ia memberikan contoh, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) menyarankan Amerika Serikat bisa membuka aktivitas ekonomi jika negara bagian hanya memiliki 1 kasus per satu juta penduduk.
Dalam perhitungannya, dr. Panji menilai Jakarta bisa dengan aman membuka aktivitas ekonomi jika hanya memiliki 10 kasus aktif. Sedangkan saat ini masih ada ribuan kasus aktif di Jakarta.
Pertimbangan lain jika ada pelonggaran PSBB maka pengawasan harus semakin ketat dan deteksi kasus dilakukan sedini mungkin untuk mengurangi risiko.
herd immunity coronavirus
Jika hal tersebut tidak dilakukan maka dikhawatirkan penularan virus akan terlalu banyak sehingga memaksa kita melakukan pembatasan dan memulai semuanya dari awal lagi.
Sementara itu, Iqbal menekankan bahwa untuk melakukan pelonggaran PSBB perlu ada perhitungan risiko berdasarkan kajian ilmiah. Dari perhitungan ini kemudian bisa diambil ukuran kapan pembatasan boleh dilonggarkan dan kapan harus diperketat.
“Kita berharap setiap keputusan yang diambil (pemerintah) itu berdasarkan ilmu sains, berdasarkan data dan informasi, dan didukung oleh model yang menjelaskan dampak dari keputusan tersebut,” kata Iqbal.
Alasan lain belum tepatnya keputusan pelonggaran karena evaluasi PSBB belum didukung oleh data yang valid.
PSBB dianggap berhasil jika pertambahan kasus semakin menurun setelah aturan diterapkan, hingga angkanya mendekati nol atau tidak ada pertambahan kasus baru.
Menurut dr. Panji, data pertambahan kasus COVID-19 yang disajikan pemerintah tidak sesuai dengan keadaan di lapangan. Perbedaan ini membuat klaim keberhasilan PSBB belum bisa dibenarkan.
Perhitungannya, proses pendataan satu orang pasien membutuhkan waktu sekitar 10-17 hari, yakni dari pengambilan sampel sampai dengan diumumkan.
“Dengan keterlambatan ini berarti kurva pandemi yang disajikan adalah dari data lampau,” jelas dr. Panji.
Tim Lapor COVID-19 yang mengkaji data laporan COVID-19 menyimpulkan adanya perbedaan data kematian antara yang dilaporkan pemerintah dengan keseluruhan kasus kematian akibat COVID-19.
“WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) per 11 April telah memperbarui tata cara pencatatan kematian terkait Covid-19. Semua kematian diduga memiliki gejala COVID-19 harus dicatat, sampai dapat dibuktikan kematian bukan karena Covid-19,” kata Irma Hidayana dari Laporcovid19.org.
Menurutnya jika mengacu pada panduan WHO maka ada perbedaan hingga 50 persen data kematian terkait COVID-19.
Dilansir dari liputan6.com, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan empat kriteria pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masa pandemi virus corona. Saat ini, jajarannya tengah menyusun tahapan yang jelas soal 4 kriteria, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Doni dalam video conference, Jakarta, Selasa (12/5/2020) Kriteria pertama yakni, prakondisi atau sosialiasi. Kedua, kapan waktu yang tepat pelonggaran PSBB diterapkan, Kriteria Ketiga dan Keempat, Doni mengatakan kriteria ketiga adalah priotitas daerah mana dan bidang apa saja yang diberikan pelonggaran. Sementara kriteria terakhir yaitu, koordinasi pemerintah pusat dan daerah.