30 C
Makassar
Monday, July 1, 2024
HomePolitikPKS Tak Eksklusif Lagi

PKS Tak Eksklusif Lagi

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan salah satu partai politik yang mengalami banyak perubahan di penghujung tahun 2020 ini. Mungkin saja, hal ini berkaitan dengan prospek di tahun-tahun mendatang.

Salah satu hal yang mengalami perubahan mencolok dari partai ini adalah logo. Jika dahulu PKS lebih akrab dengan warna Kuning-Hitam dengan latar putih, kini berubah drastis menjadi warna oranye, dengan simbol padi dan dua bulan berwarna putih.

Perubahan logo ini menandakan bahwa PKS saat ini menjadi partai yang inklusif, terbuka untuk semua kalangan. Sehingga, tidak ada lagi eksklusifitas di tubuh partai oposisi pemerintahan ini.

Hal itu juga ditegaskan oleh ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) partai Keadilan Sejahtera (PKS) terpilih, Amri Arsyid, saat menggelar konferensi pers di momen Musyawarah Wilayah ke-V di Hotel Dalton, jalan Perintis Kemerdekaan, kota Makassar, beberapa waktu lalu.

“Perubahan logo kita ini menandakan kalau kita lebih terbuka. Warnanya lebih soft, oranye, lebih millennial. Tidak seperti dulu yang terkesan kaku dan eksklusif,” jelas Amri di hadapan awak media.

Lebih jauh Amri mengatakan, hasil dari inklusifitas itu tentu berimbas pada terbukanya pintu untuk kader dari luar pemeluk keyakinan muslim. Memang, sebelumnya PKS dikenal sebagai partai yang berbasis Islam. Tetapi saat ini, mereka sudah blak-blakan bakal melibatkan tokoh-tokoh di luar muslim.

BACA: Kembali Terpilih Sebagai Ketua, Ini Target Anwar Faruq untuk PKS Makassar

“Kalau ada pendeta yang mau gabung dengan PKS, bawakan saya sekarang. Kita rekrut jadi kader sekarang juga,” tegas Amri.

Bahkan keterbukaan mereka juga mulai masif dilakukan sampai di tingkat pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD). Di tingkat Kabupaten/Kota, gerakan perekrutan juga menjadi salah satu hal yang bakal dimasifkan, sebagai upaya meningkatkan elektoral partai.

Hal ini juga disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kota Makassar, Anwar Faruq. Setelah ia ditetapkan sebagai Ketua terpilih di periode keduanya, Anwar langsung mengangkat sejumlah program unggulan, salah satunya perekrutan kader non muslim.

“Soal program kita akan selaraskan dengan pusat dan wilayah. Kalau masalah kader di luar muslim, sebenarnya kita sudah lama lakukan perekrutan. Tetapi saat ini akan kita masifkan,” jelasnya, kepada Sulselekspres.com.

Melihat hal ini, pengamat politik asal Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto, menilai ada untung-rugi yang bakal terjadi. Sebab, hal itu sudah menjadi keniscayaan. Setiap keputusan yang diambil pasti akan dibarengi dengan risiko di kemudian hari.

Hilangnya nilai eksklusif di tubuh PKS ini dinilai sebagai strategi untuk meningkatkan elektoral partai. Meski begitu, ciri khas sebagai partai kader tentu tidak akan hilang begitu saja, sebab inklusivitas ini juga menjadi salah satu metode untuk pengembangan rekrutmen kader.

“Upaya PKS menjadi lebih terbuka dan inklusif, tentu bagian dari strategi elektoral partai. Sejauh ini PKS dikategorikan sebagai partai kader, artinya partai punya sistem kaderisasi dan rekrutmen kader yang khas. Strategi menjadi lebih inklusif bisa dilihat sebagai upaya perluasan basis, sekaligus mengembangkan sistem rekrutmen,” jelas Luhur kepada Sulselekspres.com, Rabu (30/12/2020).

Lebih jauh Luhur mengatakan, upaya rebranding yang dilakukan PKS ini mendapat momentum sangat tepat, khususnya pasca terjadi gejolak besar yang menyebabkan perpecahan.

Selain itu, branding ini memberikan kesan bahwa PKS merupakan partai politik yang menjunjung tinggi nilai-nilai pluralisme dan toleransi antar penganut agama. Dengan begitu, basis muslim tentu harus menjadi perhatian untuk dipertahankan, sembari melebarkan sayap ke basis non muslim lainnya.

“Branding baru PKS Memperoleh momentum yang tepat, apalagi setelah partai ini mengalami dinamika internal yang berujung pada lahirnya GARBI dan Partai Gelora,” beber Luhur.

“Branding baru sebagai partai inklusif juga bisa menjadi solusi, atas stigma sebagai partai penyokong politik identitas dan populisme agama. PKS memang perlu diferensiasi dan positioning baru, untuk mempertahankan basis pemilih muslim perkotaan. Kompetitor dari partai Islam dan nasionalis juga semakin ekspansif merebut basis pemilih ini,” lanjutnya.

Sementara untuk posisi PKS yang saat ini berstatus sebagai partai oposisi, Luhur menilai, hal ini bisa menjadi daya tarik yang kuat bagi basis yang tidak sejalan dengan pemerintahan saat ini. Dengan begitu, tingkat elektoral partai bisa mendapat perhatian cukup besar dari pihak oposisi lainnya.

“Secara nasional, posisi PKS di luar pemerintahan cukup strategis untuk menjadi kanal pelampiasan kekecewaan publik pada kinerja rezim penguasa. Meskipun secara isu dan gagasan sudah punya posisi yang strategis, tetapi di teknis pemilihan, PKS tetap saja harus bertarung melawan determinasi politik uang dan oligarki politik,” terang Luhur.

Dengan begitu, hilangnya nilai eksklusif di tubuh PKS merupakan keuntungan besar untuk memperlebar sayap, khususnya di wilayah-wilayah tertentu yang basis mayoritasnya non muslim. Hal ini dinilai menjadi senjata jitu untuk mewujudkan target sebagai partai pemenang Pemilu di 2024 mendatang.

“Tujuan berpartai tentu untuk merebut kekuasaan,” tutup Luhur.

spot_img
spot_img
spot_img

Headline

Populer

spot_img