30 C
Makassar
Thursday, April 18, 2024
HomeHukrim8 Poin jadi Fokus Pemohon Praperadilan Terhadap Polsek Rappocini

8 Poin jadi Fokus Pemohon Praperadilan Terhadap Polsek Rappocini

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Pengadilan Negeri (PN) Makassar kembali melanjutkan sidang praperadilan inisial MF, tersangka dugaan penganiayaan berujung maut dengan termohon Polsek Rappocini Makassar, Selasa (7/6/2022).

Agenda sidang lanjutan ini adalah penyerahan kesimpulan sidang kepada Hakim Tunggal Sutisna.

Farid Mamma, Ketua Tim Penasehat Hukum inisial MF yang disebut sebagai pemohon praperadilan mengatakan, kesimpulan yang pihaknya serahkan ke Hakim Tunggal Sutisna tadi pada intinya memuat 8 poin penting.

Hal itu, kata dia, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap salama proses persidangan berjalan.

Pertama, lanjut Farid, bahwa termohon tidak melakukan proses penyelidikan dan tidak melakukan penangkapan terlebih dahulu, melainkan Lelaki Zattar yang membawa pemohon tanpa dasar dan bukti yang jelas sehingga pemohon dibawa dan diambil keterangannya di Posko Resmob Polda Sulsel.

Kedua, bahwa dalam proses penyidikan oleh termohon, tidak memberikan langsung surat perintah penangkapan, penahanan, dan surat-surat lainnya kepada pemohon.

Ketiga, bahwa dalam administrasi surat-surat yang telah diberikan termohon kepada pemohon, ditemukan perbedaan Laporan Polisi berdasarkan Surat Perintah Penangkapan yang diberikan oleh termohon, yang menjadi dasar termohon untuk melakukan penangkapan yakni Laporan Polisi Nomor: LP/521/III/2022 /Res Tabes Mksr / Sek Rappocini, tanggal 26 Maret 2022 (bukti P.01) dan selanjutnya di dalam Surat Perintah Penahanan yang menjadi dasar termohon untuk melakukan penahanan yaitu Laporan Polisi Nomor: LP/251/III/2022 / Restabes Mksr / Sek Rappocini, tanggal 26 Maret 2022. (bukti P.02) serta dalam Surat Perintah Penangkapan Nomor : SP.Kap/77/11/Res. 1.6/2022/Reskrim yang pada format tanggalnya dikeluarkannya surat tidak dicantumkan tanggal berapa keluarnya surat tersebut (bukti P.01). Sehingga, kata Farid, dalam kesimpulannya menyatakan bahwa surat-surat tersebut cacat secara administrasi sebagaimana yang pihaknya telah uraikan sebelumnya.

Keempat, bahwa pihak termohon dalam memperoleh alat bukti secara tidak sah terhadap pemohon, di mana berdasarkan pemeriksaan termohon menggunakan cara-cara HIR sebagai pemeriksaan inquisitoir yang telah lama ditinggalkan oleh KUHAP, sehingga pemohon dijadikan objek pemeriksaan dengan menggunakan “segala cara” dalam memperoleh pengakuan dari pemohon. Sehingga semua isi keterangan pemohon dalam BAP seluruhnya berisi keterangan yang terekayasa dan tidak sah.

Kelima, bahwa termohon tidak menanggapi keterangan saksi dari pemohon atas nama Pr. Niar yang menerangkan pada pokoknya saksi ketika hadir pada saat proses rekontruksi, saksi melihat penyidik pembantu atas nama Lk. Arif mengakui perbuatan pemukulan terhadap pemohon sesaat sebelum pemohon menyatakan dalam isi BAP tersebut. Dan ketika akan diperagakan adegan rekontruksi yang diperintahkan oleh penyidik termohon, pemohon menerangkan isi BAP itu didasari oleh pengakuan secara paksa disertai kekerasan yang kemudian pemohon menunjuk salah satu penyidik pembantu atas nama Lk. Arif dan saat itu Lk. Arif mengakui dan disaksikan oleh saksi Pr. Niar di hadapan pihak yang menghadiri kegiatan rekontruksi tersebut.

“Jadi kami menilai, termohon menerima keterangan saksi pemohon tersebut dengan tidak menanggapi melalui pertanyaan,” ucap Farid dalam kesimpulannya.

Keenam, lanjut Farid, bahwa terhadap saksi yang dihadirkan termohon semuanya baru mengenal pemohon setelah saksi termohon baru diberitahukan oleh penyidik termohon, bahwa pemohonlah pelakunya.

Kemudian poin ketujuh kesimpulan, Farid menyebutkan bahwa semua saksi termohon yang dihadirkan, pihaknya menganggap keterangan dari saksi-saksi tersebut bukan lagi menyangkut kewenangan praperadilan, melainkan saksi yang dihadirkan banyak membahas pokok perkara yang memuat kronologis kejadian perkara serta kurang dalam membahas masalah formil sebagai objek yang dimohonkan dalam permohonan praperadilan.

Adapun poin kedelapan, bahwa dalam fakta yang terungkap terhadap dalil-dalil termohon dalam jawabannya dan pada dupliknya, ada beberapa point yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya secara sah dan meyakinkan. Di mana sesuai dengan pasal 163 HIR yang pada prinsipnya menyatakan siapa yang mendalilkan, maka dialah yang harus membuktikan atau yang dikenal dengan asas “Actoniincumbit probation”.

“Kami tentu berharap dengan uraian kesimpulan di atas, agar Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara praperadilan tepatnya bernomor: 9/Pid.Pra/2022/PN Mks ini bisa menjatuhkan putusan menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya,” harap Farid.

Tak hanya itu, ia juga berharap Hakim Tunggal nantinya dalam putusannya juga menolak dalil-dalil atas jawaban dan duplik termohon untuk seluruhnya serta menyatakan penangkapan terhadap diri pemohon oleh termohon yang diajukan dalam praperadilan ini adalah tidak sah.

Demikian juga, lanjut Farid, mengenai status penahanan terhadap diri pemohon oleh termohon yang diajukan dalam praperadilan juga dinyatakan tidak sah serta menyatakan penyitaan atas semua barang bukti yang dimiliki pemohon juga tidak sah.

“Kami juga memohon agar kiranya Hakim Tunggal dalam putusannya nanti agar memerintahkan termohon untuk mengeluarkan pemohon dari Rutan Polsek Rappocini,” ucap Farid.

Tak sampai di situ, pihaknya juga memohon pada Hakim Tunggal agar menghukum termohon untuk membayar ganti kerugian berupa kerugian materil yang tidak dapat ditafsir dengan angka, sehingga dibatasi dengan diperkirakan Rp34.500.000 dan kerugian Im-materil yang juga nilainya tidak dapat ditafsir dengan angka, sehingga dibatasi dengan diperkirakan Rp25.000.000.

Serta, lanjut Farid, Hakim Tunggal kiranya juga dalam putusannya nanti, turut memerintahkan termohon untuk merehabilitasi nama baik pemohon beserta keluarga pemohon dalam sekurang-kurangnya pada 5 media televisi nasional, 10 media cetak nasional, 4 harian media cetak lokal, 1 Radio Nasional dan 4 Radio lokal.

“Dan turut membebankan semua biaya-biaya yang timbul dalam perkara praperadilan ini kepada termohon. Apabila Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berpendapat lain, mohon putusan berdasarkan hukum dan keadilan yang seadil adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (ex aequo et bono). Melius Est Accipere Quam Facere Injuriam (Lebih baik mengalami ketidakadilan dari pada membuat ketidakadilan),” Farid menandaskan.

spot_img

Headline

Populer

spot_img